KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb....
Alhamdulillah puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya lah
sehingga penulis mampu menyelesaikan “MAKALAH” ini dengan tepat waktu yang
berjudul “PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
PENJAJAHAN
JEPANG DI INDONESIA“
Sholawat
serta salam tak lupa pula penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Allah
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabatnya dan para pengikut-pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman.
Penulis
menyadari bahwa begitu banyak kekurangan yang terdapat dalam “MAKALAH” ini,
karna hal itulah penulis memohon maaf yang setulus-tulusnya kepada teman-teman
dan para pembaca yang budiman. Sekiranya penulis meminta kritikan dan saran
yang sifatnya membangun guna penyempurnaan pembuatan “MAKALAH” selanjutnya dan
semoga “MAKALAH” ini bermanfaat bagi
teman-teman dan para pembaca yang budiman walau “MAKALAH” ini masi cukup jauh
dari kesempurnaan.
Palu, 30 – 05 - 2014
Rosnawati
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ....................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................................... iii
A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang ................................................................. 1
2. Rumusan
Masalah ............................................................ 2
3. Tujuan
Penulisan .............................................................. 2
B. PEMBAHASAN
1. Perkembangan
Pendidikan dan Pengajaran Pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia 3
2. Pertumbuhan
dan perkembangan Madrasah pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia 6
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
....................................................................... 11
2. Saran
................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Jepang menjajah Indonesia setelah
mengusir pemerintah hindia belanda dalam perang dunia ke II. Mereka menguasai
Indonesia pada tahun 1942, dengan membawa semboyan Asia Timur Raya untuk Asia
dan semboyan Asia Baru. Jepang menjajah Indonesia hanya seumur jagung yaitu
selama tiga tahun dari tahun 1942-1945. Namun, walaupun dalam waktu yang sangat
singkat tersebut penjajahan jepang di Indonesia banyak memberikan perubahan,
baik dari segi social masyarakat maupun bangsa termasuk didalamnya aspek
pendidikan islam.
Pada babak pertamanya pemerintah jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan islam yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan perang dunia ke II.
Pada babak pertamanya pemerintah jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan islam yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan perang dunia ke II.
Kejayaan penjajahan Belanda lenyap
setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat ke
Jepang. Adapun Tujuan Jepang ke Indonesia ialah menjadikan Indonesia sebagai
sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang sangat besar artinya bagi
kelangsungan perang Pasifik hal
ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya. Bebagai cara yang dilakukan
oleh Jepang dalam mengelabui Indonesia untuk kepantingan politiknya. Demi
kepentingan perang, Jepang menyongsong pasukan dari Indonesia dengan
menyuguhkan pendidikan kemiliteran.
Untuk mengetahaui maksud tujuannya
yang fasistis itu ( bersifat memeras ), maka di tanamkan ideology baru, yakni ideology Hakko Ichiu atau ideology
kemakmuran bersama di Asi Timur Raya. Tanpa malu – malu Jepang menegaskan,
bahwa mareka berjuang mati – matian melakukan perang suci untuk kepentingan
bangsa – bangsa di Asia Timur. Untuk ini, di kerahkan barisan propaganda
Jepang, di sertai dengan pelaksanaan system kebaktian rakyat, untuk memeras
bangsa Indonesia. Meskipun demikian, semangat dan keinginan rakyat tetap
bergelora untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan, seperti terbukti dari
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 yang kita tebus dengan
perjuangan dan pengorbanan.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah Perkembangan Pendidikan dan Pengajaran Pada
Masa Penjajahan Jepang di Indonesia ?
2.
Bagaimanakah pertumbuhan dan
perkembangan Madrasah pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia ?
3. Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Perkembangan Pendidikan
dan Pengajaran Pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia.
2.
Untuk Mengetahui Pertumbuhan dan
Perkembangan Madrasah pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia.
B.
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan
Pendidikan dan Pengajaran.
a) Pelatihan guru-guru:
Usaha penanaman Ideologi Hakko
Ichiu melalui sekolah-sekolah
dimulai dengan mengadakan pelatihan guru-guru. Guru-guru diberi tugas
sebagai penyebar ideologi tersebut. Pelatihan tersebut dipusatkan di Jakarta.
Setiap kabupaten diwajibkan mengirim wakilnya untuk mendapat gemblengan
langsung dari pimpinan Jepang. Gemblengan ini berlangsung selama 3 bulan ,
jangka waktu tersebut dirasa cukup untuk menjepangkan para guru.
b) Perubahan-perubahan penting:
1. Hapusnya dualisme pengajaran:
berbagai jenis sekolah rendah yang diselenggarakan pada zaman pemerintahan
Belanda dihapuskan sama sekali. Sehingga hanya ada satu sekolah rendah , yaitu
Sekolah Rakyat 6 tahun ( Kokimin Gakkoo ).
Sekolah-sekolah desa diganti namanya menjadi sekolah
pertama. Jadi, susunan pengajarannya adalah Sekolah Rakyat 6 tahun, Sekolah
Menengah 3 tahun , dan Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun.
2. Bahasa indonesia dijadikan bahasa
resmi dan bahasa pengantar bagi semua jenis Sekolah . bahasa jepang dijadikan
mata pelajaran wajib dan adat kebiasaan Jepang harus ditaati.
Isi pengajaran :
1. Pengajaran dipergunakan sebagai alat
propaganda dan juga untuk kepentingan perang. Murid-murid seringkali diharuskan
kerja bakti, misalnya : membersihkan bengkel, asrama, membuat bahan-bahan untuk
kepentingan pertahanan, dan sebagainya.
2. Untuk melipatgandakan hasil bumi,
murid-murid diharuskan membuat pupuk kompos atau beramai-ramai membasmi hama
tikus di sawah. Sebagian waktu belajar digunakan untuk menanami halaman sekolah
dan pinggir-pinggir jalan dengan tanaman jeruk.
3. Pelatihan-pelatihan jasmani berupa
pelatihan kemiliteran dan mengisi aktivitas-aktivitas murid-murid sehari-hari.
Agar berjalan lancar, pada tiap-tiap sekolah dibentuk barisan-barisan murid.
Barisan murid-murid SD disebut seinen-tai, sedangkan barisan murid-murid
sekolah lanjutan disebut Gakutotai.
4. Untuk menanamkan semangat Jepang ,
tiap-tiap hari murid harus mengucapkan sumpah belajar dalam bahasa Jepang.
Mereka harus mengusai bahasa dan nyanyian Jepang. Tiap pagi diadakan upacara,
dengan menyembah bendera Jepang dan menghormati istana Tokyo.
5. Agar bahasa Jepang lebih populer ,
diadakan ujian bahasa Jepang untuk para guru dan pegawai-pegawai, yang dibagi
atas lima tingkat. Pemilik ijazah ini mendapat tambahan upah.
Kebijakan yang diambil oleh Dai
Nippon dalam mendekati Islam Indonesia anatara lain ialah :
1. Mengangkat Dr.Hamka, reformis
Minangkabau yang baru dibebaskan oleh penjajah Belanda dari pembuangan di Jawa
Barat, untuk menjadi penasehat Sumubu. Dr.Hamka adalah orang bumiputra yang
tanpa takut-takut membeberkan bahwa tidak mungkin menyatukan ajaran Shinto yang
mengharuskan menyembah Kaisar dan Matahari terbit dengan Islam yang
monotheisme. Pemerintah Nippon tidak berani menangkap Dr.Hamka, karena beliau
adalah ulama yang memiliki pengaruh cukup besar pada masayarakat Islam
Indonesia pada waktu itu. Sikap Dr.Hamka terhadap pemerintah Jepang ini
diulanginya lagi pada waktu pertemuan dengan para ulama se-Jawa yang dihadiri
oleh para perwira militer Jepang. Pada saaat itu, Dr.Hamka menolak untuk
melakukan Saikeirei. Tokoh lain yang juga jelas-jelas menolak Jepang
dalam upaya pendekatannya terhadap umat Islam Indonesia adalah Abdul Kahar
Muzakar, seorang pemimpin pemuda Muhammadiyah yang sangat disegani Jepang.
Beliau berkata di depan Profesor Ozaki sebagai berikut:
“...cukup
banyak orang-orang Nippon yang telah mempelajari prinsip-prinsip Islam
...karena itu mereka harus tahu bahwa Islam itu bukan saja agama, tetapi cara
hidup meresapi seluruh lapisan masyarakat... perjuangan melawan imperialis
Barat sudah lama kami kenal, sehingga kami menerima tujuan Nippon untuk
melawannya...tetapi prinsip yang harus dianut secara ketat untuk mencapai kerja
sama yang diinginkan haruslah...”kami dengan agama kami, kamu dengan agama
kamu.perbuatan diantara semua kepercayaan kita tidak perlu menghalangi kerja
sama kita untuk mengusir sekutu dari Asia , yang adalah rumah bagi semua agama.
Dari pidato Dr.Hamka dan ucapan
Abdul Kahar Muzakar di depan prof. Ozaki, menghasilkan peraturan baru yang
membebaskan umat Islam Indonesia dari pelaksanaan upacara Saikeirei.
2. Kantor Urusan Agama , yang pada
zaman Belanda disebut Kantor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh
orang-orang Orientalisten Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Sumubucho
dengan Dr.Hoesoein Djajadiningrat sebagai ketuanya yang pertama. Kemudian pada
tahun 1943 didirikan sumubu Indonesia pertama yang diketahui oleh
Horie.
3. Pondok pesantren yang besar-besar
sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang. Namun ,
pada sisi lain, kehadiran Dai Nippon di Indonesia tidak ubahnya dengan
Belanda. Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang ini pun mendapat hambatan
yang cukup besar. Pada tahun-tahun pertama pendidikan Jepang, mereka melarang
diajarkannya bahasa Arab di sekolah-sekolah agama. Campur tangan Jepang dalam
seluruh bidang pendidikan agama sebagian ditujukkan dalam hubungannya dengan
Arab dan pan-Islamisme. Hal tersebut merupakan salah satu beban yang
dipaksakan kepada orang-orang Islam Indonesia selama zaman pendudukan Jepang.
4. Sekolah negeri diberi pelajaran budi
pekerti yang isinya identik dengan ajaran-ajaran agama, terutama agama Islam.
5. Pemerintah Jepang membolehkan
dibentuknya barisan Hizbullah untuk memberikan pelatihan dasar kemiliteran
bagi pemuda Islam Barisan ini dipimpin oleh K.H.Zainul Arifin.
6. Pemerintah Jepang meizinkan
berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H.Wahid Hasyim,
Kahar Muzakkar dan Bung Hatta.
7. Para ulama Islam bekerja sama dengan
pimpinan-pimpinan Nasionalis diizinkan membentuk barisan Pembela Tana Air
(Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemuda Islam yang ikut serta dalam pelatihan
kader militer, anatara lain Sudirman, Abd.Khalik Hasyim,Iskandar Sulaiman,
Yunis, Aruji Kartawinata , Kasman Singodimedjo, Mulyadi Joyomartono, Wahid
Wahab , Sarbini, Saiful Islam, dan sebagainya. Tentara Pembela Tanah Air ini
kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia yang disingkat menjadi TNI.
8. Umat Islam diizinkan meneruskan
organisasi persatuan yang disebut: Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang
bersifat kemasyarakatan.
Akibat dari tekanan Jepang tersebut
lahirlah berbagai pemberontakan, misalnya pemberontakan, misalnya pemberontakan
Pembela Tanah Air yang terjadi di Blitar Jawa Timur di bawah pimpinan supriadi.
Alim ulama Islam Indonesia juga mulai beroposisi dengan pihak Jepang yang dari
hari ke hari cenderung menindas dan menyengsarakan rakyat. Banyak para kyai
yang ditangkap dan diperintah untuk melakukan kerja paksa atau Romusha.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia
menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah yang bubar karena muridnya
menghindar dari kekejaman serdadu Jepang dan tidak sedikit pula yang sengaja
dibubarkan oleh Pemerintah Jepang karena mengganggu stabilitas pemerintah
jajahan. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah yang ada di dalam lingkungan
pondok pesantren. Mereka bebas dari pengawasan para penguasa Jepang. Selain
itu, juga bebas dari proses belajar Dai Nippon yang melakukan penekanan-penekanan terhadap
umat Islam Indonesia pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Pada tanggal 7 Agustus, penguasa
tertinggi wilayah Selatan Jepang mengambil inisiatif dari tangan penguasa
Jakarta dengan membuat Dekrit didirikannya Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang baru. Ketika panitia
tersebut bersidang, Jepang telah menandatangani perjanjian meyerah kalah dengan
pihak sekutu. Sepuluh hari setelah izin diberikan kepada Panitia Persiapan,
lahirlah Republik Indonesia terlepas dari belenggu yang sangat meyakitkan itu.[1]
2.
Pertumbuhan
dan Perkembangan Madrasah.
1. Tujuan sekolah secara umum
Sekolah-sekolah
yang ada pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang. Segala daya upaya
ditujukan untuk untuk kepentingan perang. Murid-murid hanya mendapat
pengetahuan yang sedikit sekali, hampir sepanjang hari hanya diisi dengan
kegiatan pelatihan perang atau bekerja.
Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain :
a.
mengumpulkan batu, pasir untuk
kepentingan perang.
b.
Membersihkan bengkel-bengkel,
asrama-asrama militer.
c.
Menanam ubi-ubian, sayur-sayurran,
di pekarangan sekolah untuk persediaan makanan.
d. Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas.
Tujuan pendidikan pada zaman Jepang tidak lain hanya memenangkan peperangan.
Secara
kongkrit tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-Cuma (romusha)
dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang.
Oleh karena itu, pelajar-pelajar diharuskan mengikuti pelatihan fisik,
pelatiahn kemiliteran dan indoktrinasi ketat. Pada akhir zaman Jepang tampak
tanda-tanda tujuan mengjepangkan anak-anak indonesia. Maka dikerahkanlah
barisan propaganda Jepang yang terkenal dengan nama Sendenbu, untuk
menanamkan ideologi baru, untuk menghancurkan ideologi baru, untuk
menghancurkan ideologi Indonesia Raya.[2]
Kehadiran
Jepang di Indonesia menanamkan jiwa berani pada bangsa Indonesia. Tetapi semua
itu untuk kepentingan Jepang. Kendatupun demikian, ada beberapa hal yang perlu
dicatat pada zaman Jepang ini, yaitu yang terjadi perubahan yang cukup mendasar
di bidang pendidikan, yang penting sekali artinya bagi bangsa Indonesia, ialah
:
a.
Dihapuskannya dualisme pengajaran
Habislah riwayat susunan pengajaran Belanda dualistis, yang
membedakan dua jenis pengajaran , yakni pengajaran Barat dan pengajaran
Bumiputra.
b.
Pemakaian Bahasa Indonesia
Pemakaian Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa resmi maupun
sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah, telah dilaksanakan.
Tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk mempekenalkan
kebudayaan Jepang kepada rakyat.
2.
Sikap Jepang Terhadap Pendidikan
Islam
Pemerintahan Jepang menampakkan diri
seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan siasat untuk kepentingan
Perang Dunia II. Untuk mendekati umat Islam, mereka menempuh beberapa
kebijaksanaan, di anataranya ialah:
a.
Kantor Urusan Agama, yang pada zaman
Belanda disebut Kantoor Voor Islamistische Zaken yang dipimpin oleh
orang-orang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang
dipimpin oleh ulama Islam sendiri, yaitu K.H.Hasyim Asyari dari Jombang, dan di
daerah-daerah juga dibentuk Sumuka.
b.
Pondok Pesantren yang besar-besar
seringkali mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
c.
Sekolah Negeri diberi pelajaran budi
pekerti yang isinya identik dengan jaran agama.
d.
Pemerintah Jepang mengizinkan
pembentukan barisan Hizbullah untuk memberikan pelatihan dasar
kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan tersebut dipimpin oleh K.H.Zainal
Arifin.
e.
Pemerintah Jepang mengizinkan
berdirinya sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H.Wahid Hasyim,
Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
f.
Para ulama Islam bekerja sama dengan
pemimpin-pemimpin nasionalis didizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air
(Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemula Islam ikut dalam pelatihan kader
militer tersebut, anatara Sudirman, abd.Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman dan
lain-lain. Tentara Pembela Tanah Air inilah yang menjadi inti dari TNI
sekarang.
g.
Umat Islam diizinkan meneruskan
organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
yang bersifat kemasyarakatan.[3]
Di samping itu, pada permulaan
pendudukan Jepang tampaknya keadaan umat Islam sudah kuat. Karena itu, wajarlah
bila pasukan pendidikan Jepang berusaha mempergunakan agama untuk mencapai
tujuan perangnya.
Jepang memandang agama Islam sebagai
salah satu sarana yang terpenting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari
kehidupan masyarakat indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta
cita-cita mereka pada bagian masyarakat yang paling bawah. Dalam konteks ini,
paling tidak, ada beberapa hal yang perlu disebutkan, di antaranya: dibentuknya
Masyumi dan pembentukan Hizbullah.
a.
Kantor Urusan Agama (KUA)
Kantor Urusan Agama yang dalam bahasa Jepangnya sumubu, menggantikan
Kantoor Voor Het Islanddsche Zaken yang sudah ada di zaman kolonial
Belanda. Kantor itu kemudian dikembangkan bidang tugasnya sehingga mengurus
berbagai masalah yang sebelumnya terbagi antara Departemen dalam Negeri
Kehakiman, pendidikan dan peribadatan Umum. Jabatan tinggi pertama yang
dipercayakan Jepang kepada orang Indonesia dalam pemerintahan penduduknya
adalah jabatan kepala Kantor Urusan Agama ini. Oleh karena itu, BJ. Boland
menyatakan bahwa keberadaan Kantor Urusan Agama merupakan salah satu manfaat
terbesar dari pendudukan Jepang di Indonesia. Sebelumnya, pada bulan maret 1942
kantor ini dipimpin oleh Kolonel Hori dari tentara Jepang, tetapi pada tanggal
1 Oktober 1943 jabatan itu diserahkan kepada Hoesein Djajadiningrat. Namun ,
yang lebih penting dari itu adalah penunjukan pejabat kepala yang baru sejak
tanggal 1 April 1944, dimulai pembentukan Kantor Urusan Agama di setiap
keresidenan.
b.
Pembentukan Masyumi
Masyumi (Majelis
Syuro Muslim Indonesia) merupakan pengganti MIAI. Pembubaran MIAI pada bulan
Oktober 1943 dilakukan Jepang karena organisasi ini didirikan atas prakarsa
kaum muslim sendiri, sebagai suatu federasi organisasi-organisasi Islam. Para
pemimpin organisasi itu mempunyai latar belakang sikap antikolonial dan tidak
mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Dengan kata lain, MIAI bermula
dengan sikap anti Belanda, kemudian bersikap anti asing, dan dimungkinkan menjadi
anti-Jepang. Masyumi mulai aktif pada tanggal 1 Desember 1943 dalam
kenyataannya merupakan suatu ciptaan pejabat-pejabat Jepang.[4]
c.
Terbentuknya Hizbullah
Hizbullah merupakan
organisasi sejenis militer bagi pemuda pemudi muslim. Pembentukan Hizbullah
pada akhir tahun 1944 ini sangat penting artinya, karena banyak anggota yang
kemudian menjadi anggota tentara
nasional.
Beberapa keuntungan dibalik
kekejaman Jepang bagi Indonesia, Gunawan merinci keuntungan-keuntungan pada
zaman Jepang ini khusus di bidang pendidikan , yaitu;
a.
Bahasa Indonesia hidup dan
berkembang secara luas di seluruh Indonesia, baik sebagai bahasa pergaulan,
pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah.
b.
Buku-buku dalam bahasa asing yang
diperlukan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dengan mengabaikan hak
cipta internasional karena dalam suasana perang.
c.
Kreativitas guru-guru dan berkembang
dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau mengarang
sendiri, termasuk kreativitas untuk menciptakan alat peraga dan model dengan
bahan dan alat yang tersedia.
d.
Seni bela diri dan pelatihan
perang-perang sebagai kegiatan kulikuler di sekolah telah membangkitkan
keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam perang
kemerdekaan yang terjadi kemudian.
e. Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan dan agama
ditiadakan, sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama
dalam bidang pendidikan.
f.
Sekolah-sekolah diseragamkan dan
sekolah-sekolah swasta dinegerikan serta berkembang dibawah pengaturan kantor
pengajaran Bunkyo Kyoku.
g.
Karena pengaruh inktrinasi yang
ketat untuk menjepangkanv rakyat Indonesia, justru perasaan rindu kepada
kebudayaan sendiri dan kecerdasan nasional berkembang dan bergejolak secara
biasa.
h.
Bangsa Indonesia dididik dan dilatih
untuk memegang jabatan walaupun di bawah pengawasan orang-orang Jepang.[5]
3.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Madrasah
Pada masa penduduk Jepang, ada satu
hal istimewa dalam dunia pendidikan sebagaimana telah dikemukakan, yaitu
sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah
swasta lain, seperti Muhammadiyah, Taman siswa dan lain-lain didizinkan terus
berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang.
Sementara itu, khususnya pada masa
awal-awalnya, madarasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angin segar
yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politis belaka, kesempatan
itu tidak disia-siakan begitu saja dan umat Islam Indonesia memanfaatkannya
sebaik-baiknya.[6]
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
1. Perkembangan Pendidikan dan Pengajaran.
Dibalik
kekejaman Jepang ada beberapa perubahan-perubahan penting yang merupakan
keuntungan bagi Indonesia diantaranya, sekolah-sekolah desa diganti namanya
menjadi sekolah pertama. Jadi, susunan pengajarannya adalah sekolah Rakyat 6
tahun, Sekolah menengah 3 tahun, dan sekolah menengah 3 tahun. Selain itu,
Bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi dan bahasa pengantar pada semua jenis
sekolah.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah.
Madrasah
dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angin segar yang diberikan oleh
Jepang. Walaupun lebih bersifat politis belaka, kesempatan itu tidak
disia-siakan begitu saja dan umat Islam Indonesia memanfaatkannya dengan
sebaik-baiknya. Ini tampak di Sumatera dengan berdirinya Madrasah Awaliyahnya,
yang diilhami oleh Majelis Islam Tinggi.
2.
Saran.
Dari
pembahasan di atas, penulis menyarankan kepada teman – teman para calon guru
(PAI) agar kiranya mempelajari dan
memahami secara meluas serta mendalam tentang “ Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia “ sebagai bekal untuk kita semua di dalam melaksanakan tugas kita
sebagai seorang pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
-
Mustafa.A,
Aly Abdullah.Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia.CV Pustaka Setia. Bandung. 1999.
-
Gunawan Ary, kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia, Bina Aksara,
Jakarta,1986.
-
Mustafa.A,
Aly Abdullah.Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia.CV Pustaka Setia. Bandung. 1999.
-
Zuhairini,dkk.,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Dirjend.
Bimbaga Islam , Jakarta , 1986.
-
Djumhur,Sejarah Pendidikan, CV. Ilmu, Bandung,
1979.
[1]Mustafa.A, Aly Abdullah.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.CV
Pustaka Setia. Bandung. 1999.h. 97 – 103.
[2]Djumhur,Sejarah Pendidikan, CV. Ilmu, Bandung, 1979, hal.195.
[3]Zuhairini,dkk.,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
Dirjend. Bimbaga Islam , Jakarta , 1986, hal. 151.
[4] Ibid.,hal.13.
[5]Gunawan Ary, kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia, Bina Aksara,
Jakarta,1986, hal.29-30.
[6]Mustafa.A, Aly Abdullah.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.CV
Pustaka Setia. Bandung. 1999.h.110
Tidak ada komentar:
Posting Komentar