A.
Sebutkan dan jelaskan
prinsip-prinsip jual beli dalam islam!
Jawab:
1.
Rezeki adalah karunia Allah SWT
Dan berapa banyak binatang yang tidak [dapat] membawa [mengurus]
rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Ankabut [29]: 60)
Ibnu Jarir ath-Thobari rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala berfirman
kepada para sahabat yang mereka adalah orang-orang yang beriman kepada-Nya dan
kepada Rosul-Nya: ‘Hendaknya kalian berhijrah dan memerangi musuh-musuh Allah.
Jangan sekali-kali engkau khawatir akan dirimpa kekurangan atau kemiskinan.
Ingatlah bahwa Allah senantiasa memberi rezeki; makanan dan minuman kepada
banyak binatang melata nan lemah tak berdaya, padahal binatang itu tidak kuasa
menyimpan makanannya guna persediaan hari esok. Sedangkan Allah itu Maha
Mendengar keluhanmu; “Bila kami meninggalkan negeri kami, maka kami akan
ditimpa kemiskinan”. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi batinmu, masa depanmu,
dan juga masa depan musuhmu. Allah pasti menghinakan musuhmu dan menurunkan
pertolongan-Nya kepadamu.’.”
2.
Hukum asal setiap transaksi adalah halal
Dalam ilmu fiqih dikenal
suatu kaedah besar yang berbunyi:
"Hukum asal dalam segala hal adalah
boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya."
Dan juga sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Kalian lebih mengetahui tentang urusan
dunia kalian." (Riwayat Muslim)
Para ulama' juga telah menyepakati bahwa perniagaan adalah pekerjaan
yang dibolehkan, dan kesepakatan ini telah menjadi suatu bagian dari syari'at
Islam yang telah diketahui oleh setiap orang. Sebagai salah satu buktinya,
setiap ulama' yang menuliskan kitab fiqih, atau kitab hadits, mereka senantiasa
mengkhususkan satu bab untuk membahas berbagai permasalahan yang terkait dengan
perniagaan.
3.
Jenis-jenis akad dan berbagai konsekuensi hukumnya
a.
Pembagian akad ditinjau dari tujuannya
-
Akad yang bertujuan untuk mencari keuntungan materi, sehingga setiap
orang yang menjalankan akad ini senantiasa sadar dan menyadari bahwa lawan
akadnya sedang berusaha mendapatkan keuntungan dari akad yang ia jalin.Pada
akad ini biasanya terjadi suatu proses yang disebut dengan tawar-menawar.
Sehingga setiap orang tidak akan menyesal atau terkejut bila dikemudian hari ia
mengetahui bahwa lawan akadnya berhasil memperoleh keuntungan dari akad yang
telah terjalin dengannya.
Contoh nyata dari akad macam ini ialah akad
jual-beli, sewa-menyewa, syarikat dagang, penggarapan tanah (musaqaah), dll.
-
Akad yang bertujuan untuk memberikan perhargaan, pertolongan, jasa
baik atau uluran tangan kepada orang lain. Dengan kata lain, akad-akad yang
bertujuan mencari keuntungan non materi.
Biasanya yang menjalin akad macam ini ialah
orang yang sedang membutuhkan bantuan atau sedang terjepit oleh suatu masalah.
Oleh karena itu, orang yang menjalankan akad ini tidak rela bila ada orang yang
menggunakan kesempatan dalam kesempitannya ini, guna mengeruk keuntungan dari
bantuan yang ia berikan.
Contoh nyata dari akad macam ini ialah: akad
hutang-piutang, penitipan, peminjaman, shadaqah, hadiyah, pernikahan, dll.
b.
Pembagian akad ditinjau dari konsekuensinya
-
Akad yang mengikat kedua belah pihak.
Maksud kata "mengikat" disini ialah
bila suatu akad telah selesai dijalankan dengan segala persyaratannya, maka
konsekwensi akad tersebut sepenuhnya harus dipatuhi dan siapapun tidak berhak
untuk membatalkan akad tersebut tanpa kerelaan dari pihak kedua, kecuali bila
terjadi cacat pada barang yang menjadi obyek akad tersebut.
Diantara contoh akad jenis ini ialah akad
jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, dll
-
Akad yang mengikat salah satu pihak saja, sehingga pihak pertama
tidak berhak untuk membatalkan akad ini tanpa izin dan kerelaan pihak kedua,
akan tetapi pihak kedua berhak untuk membatalkan akad ini kapanpun ia suka.
Diantara contoh akad jenis ini ialah: Akad
pergadaian (agunan). Pada akad ini pihak pemberi hutang berhak mengembalikan
agunan yang ia terima kapanpun ia suka, sedangkan pihak penerima hutang
sekaligus pemilik barang yang dijadikan agunan/digadaikan tidak berhak untuk
membatalkan pegadaian ini tanpa seizin dari pihak pemberi piutang.
-
Akad yang tidak mengikat kedua belah pihak.
Maksudnya masing-masing pihak berhak untuk
membatalkan akad ini kapanpun ia suka dan walaupun tanpa seizin dari pihak
kedua, dan walaupun tanpa ada cacat pada obyek akad tersebut.
Diantara contoh akad jenis ini ialah: akad
syarikat dagang, mudharabah (bagi hasil) penitipan, peminjaman, wasiat, dll.
4.
Mengenal sebab-sebab diharamkannya suatu perniagaan
Imam Ibnu Rusyd al-Maliki rahimahullah berkata: “Bila engkau
meneliti berbagai sebab yang karenanya suatu perniagaan dilarang dalam
syari’at, dan sebab-sebab itu berlaku umum pada segala jenis perniagaan,
niscaya engkau dapatkan sebab-sebab itu terangkum dalam empat hal:
a.
Barang yang menjadi objek perniagaan adalah barang yang diharamkan
c.
Adanya ketidakjelasan status (gharar)
d.
Adanya persyaratan yang memancing timbulnya dua hal di atas (riba
dan gharar)
5.
Mengenal arti keuntungan menurut syariat islam
Islam mengajarkan kepada umatnya agar memiliki sudut pandang yang
luas tentang arti keuntungan usaha. Islam menganalkan kepada umatnya bahwa
keuntungan usaha tidaklah hanya sebatas keuntungan materi. Keuntungan yang
seyogyanya diupayakan oleh setiap umat Islam mencakup nonmateri, yaitu berupa
keberkahan, pahala, dan keridhoan Allah. Berdasarkan ini, syari’at Islam
membagi transaksi ditinjau dari tujuannya menjadi tiga bagian besar, sebagimana
telah dijelaskan sebelumnya. Dan ketahuilah bahwa syari’at tidak membatasi
jumlah keuntungan yang boleh Anda pungut. Dengan demikian, berapa pun
keuntungan yang Anda peroleh maka itu sah-sah saja, asalkan semuanya Anda
dapatkan dengan cara-cara yang benar.
6.
Asas suka sama suka
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. an-Nisa’ [4]:
29)
Orang yang dipaksa adalah orang yang dipojokkan sehingga tidak dapat
menolak penjualan tersebut, sehingga ia terpaksa menjual hartanya. Misalnya
bila ada seseorang memaksa orang lain untuk menjual hartanya, dan bila tidak,
ia akan dibunuh, kemudian karena takut dibunuh pemilik barang tersebut terpaksa
menjualnya, maka akad penjualan itu tidak sah, karena akad tersebut tidak
didasari oleh asas suka sama suka.
Syeikkh Ibnu Utsaimin rahimahullah mencontohkan contoh lain bagi
persyaratan ini: "Bila anda mengetahui bahwa penjual ini menjual barangnya
kepada anda karena semata-mata rasa malu dan segan, maka tidak boleh bagi anda untuk
membeli darinya, selama anda tahu bahwa seandainya bukan karena rasa malu dan
segan, niscaya ia tidak akan menjual barang itu kepada anda. Oleh karena itu
para ulama' rahimahumullah berkata: haram hukumnya menerima hadiah dari
seseorang yang ia memberikankan hadiah itu kepada anda hanya karena rasa malu
dan segan, karena walaupun ia tidak berterus terang bahwa ia tidak ridha/ rela,
akan tetapi gelagatnya menunjukkan dengan jelas bahwa ia tidak rela." (As
Syarhul Mumti' 8/121-122)
Akan tetapi bila ada orang yang dipaksa untuk menjual hartanya
dengan alasan yang dibenarkan, dan kemudian iapun menjual barangnya, maka
penjualannya itu sah. Sebagai konsekwensinya, kitapun dibenarkan untuk membeli
darinya barang tersebut. Yang demikian itu, karena akad ini bertujuan
menegakkan kebenaran, dan tidak bermaksud menimpakan kedlaliman atau merampas
harta orang lain.
B.
Jelaskan pendapat ulama serta dalil-dalil tentang jual beli:
1.
Jual beli anjing
2.
Napza (Narkoba – Miras)
3.
MLM (Multi Level Marketing)
4.
Muslim yang bekerja di Bank Konvensional
5.
Tembakau dan Rokok
Jawab:
1.
Jual Beli Anjing
Sebagian ulama membolehkan hasil penjualan
anjing yang memiliki kegunaan seperti anjing yang digunakan untuk berburu,
menjaga hewan ternak dan menjaga tanaman. Namun sebagian ulama melarang secara
mutlak hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas.
Mayoritas ulama (Hanafiyyah, Hanabilah,Syafi’iyyah dan pendapat
terkuat pada Malikiyyah ) menilai hewan yang memiliki taring untuk memburu
mangsanya adalah haram baik hewan tersebut piaraan seperti anjing, kucing
ataupun liar seperti harimau dan serigala.”Setiap hewan buas yang bertaring
memakannya adalah haram “ ( HR.Muslim ) Namun dikalangan Malikiyyah terdapat
pendapat yamg membolehkan daging anjing. Al-Khotthoob berkata “Aku tidak
melihat dalam sebuah madzhab ulama yang membolehkan memakan daging anjing “.
Hadits
pertama
Dari
Abu Mas’ud Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ
ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang hasil penjualan anjing, penghasilan pelacur dan upah perdukunan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits
kedua
Dari
Abu Juhaifah, beliau berkata,
إن رسول الله صلى الله عليه و سلم نهى عن ثمن الدم وثمن
الكلب وكسب الأمة ولعن الواشمة والمستوشمة وآكل الربا وموكله ولعن المصور
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan
anjing dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang
yang mentato dan yang meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang
menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki
ruh).” (HR. Bukhari)
Hadits
ketiga
Dari
Rofi’ bin Khodij, beliau mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
شَرُّ الْكَسْبِ مَهْرُ الْبَغِىِّ وَثَمَنُ الْكَلْبِ
وَكَسْبُ الْحَجَّامِ
“Sejelek-jelek
penghasilan adalah upah pelacur, hasil penjualan anjing dan penghasilan tukang
bekam.” (HR. Muslim)
Juga
dari Rofi’ bin Khodij, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ
وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Hasil
penjualan anjing adalah penghasilan yang buruk. Upah pelacur juga buruk. Begitu
pula penghasilan tukang bekam adalah khobits (jelek).” (HR. Muslim)
[Muslim: 23-Kitab Al Masaqoh, 9-Bab Haramnya Hasil Penjualan Anjing, upah
perdukunan, upah pelacur, penjualan kucing]
Hadits
keempat
Dari Abu Az Zubair, beliau berkata bahwa beliau pernah menanyakan pada Jabir mengenai
hasil penjualan anjing dan kucing? Lalu Jabir mengatakan,
قَالَ زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ
ذَلِكَ.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras hal ini.” (HR. Muslim)
[Muslim: 23-Kitab Al Masaqoh, 9-Bab Haramnya Hasil Penjualan Anjing, upah
perdukunan, upah pelacur, penjualan kucing]
Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zajar dalam
hadits di atas adalah larangan keras. (Al Muhalla, 9/13)
Hadits
kelima
Dari Jabir, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ
ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari hasil penjualan anjing dan kucing.”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah) [Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih]
Itulah
beberapa dalil yang menjelaskan jual beli ketiga benda di atas. Jadi,
hadits-hadits di atas menunjukkan terlarangnya jual beli anjing, kucing, dan
darah, sehingga hasil penjualannya tidak halal.
Sebagian ulama membolehkan
hasil penjualan anjing yang memiliki kegunaan seperti anjing yang digunakan
untuk berburu, menjaga hewan ternak dan menjaga tanaman. Namun sebagian ulama
melarang secara mutlak hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan
di atas.
2.
Nabsa (Narkoba dan Miras)
a.
Narkoba
Menurut –jumhur- mayoritas ulama, narkoba itu suci (bukan termasuk
najis), boleh dikonsumsi dalam jumlah sedikit karena dampak muskir (memabukkan) yang
ditimbulkan oleh narkoba berbeda dengan yang ditimbulkan oleh narkoba. Bagi
yang mengkonsumsi narkoba dalam jumlah banyak, maka dikenai hukuman ta’zir
(tidak ditentukan hukumannya), bukan dikenai had (sudah ada ketentuannya
seperti hukuman pada pezina). Kita dapat melihat hal tersebut dalam penjelasan
para ulama madzhab berikut:
Dari ulama Hanafiyah, Ibnu ‘Abidin berkata, “Al banj (obat bius) dan
semacamnya dari benda padat diharamkan jika dimaksudkan untuk mabuk-mabukkan
dan itu ketika dikonsumsi banyak. Dan beda halnya jika dikonsumsi sedikit
seperti untuk pengobatan”.
Dari ulama Malikiyah, Ibnu Farhun berkata, “Adapun narkoba (ganja),
maka hendaklah yang mengkonsumsinya dikenai hukuman sesuai dengan keputusan
hakim karena narkoba jelas menutupi akal”. ‘Alisy –salah seorang ulama
Malikiyah- berkata, “Had itu hanya berlaku pada orang yang mengkonsumsi minuman
yang memabukkan. Adapun untuk benda padat (seperti narkoba) yang merusak akal
–namun jika masih sedikit tidak sampai merusak akal-, maka orang yang
mengkonsumsinya pantas diberi hukuman. Namun narkoba itu sendiri suci, beda
halnya dengan minuman yang memabukkan”.
Dari ulama Syafi’iyah, Ar Romli berkata, “Selain dari minuman yang
memabukkan yang juga diharamkan yaitu benda padat seperti obat bius (al banj),
opium, dan beberapa jenis za’faron dan jawroh, juga ganja (hasyisy), maka tidak ada
hukuman had (yang memiliki ketentuan dalam syari’at) walau benda tersebut
dicairkan. Karena benda ini tidak membuat mabuk (seperti pada minuman keras,
pen)”. Begitu pula Abu Robi’ Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar –yang terkenal
dengan Al Bajiromi- berkata, “Orang yang mengkonsumsi obat bius dan ganja tidak
dikenai hukuman had berbeda halnya dengan peminum miras. Karena dampak mabuk
pada narkoba tidak seperti miras. Dan tidak mengapa jika dikonsumsi sedikit.
Pecandu narkoba akan dikenai ta’zir (hukuman yang tidak ada ketentuan pastinya
dalam syari’at).”
Sedangkan ulama Hambali yang berbeda dengan jumhur dalam masalah
ini. Mereka berpendapat bahwa narkoba itu najis, tidak boleh dikonsumsi walau
sedikit, dan pecandunya dikenai hukuman hadd
–seperti ketentuan pada peminum miras-. Namun pendapat jumhur yang kami anggap
lebih kuat sebagaimana alasan yang telah dikemukakan di atas.
Kadang beberapa jenis obat-obatan yang termasuk dalam napza atau
narkoba dibutuhkan bagi orang sakit untuk mengobati luka atau untuk meredam
rasa sakit. Ini adalah keadaan darurat. Dan dalam keadaan tersebut masih
dibolehkan mengingat kaedah yang sering dikemukakan oleh para ulama,
“Keadaan darurat
membolehkan sesuatu yang terlarang”
Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Seandainya dibutuhkan untuk mengkonsumsi sebagian narkoba untuk
meredam rasa sakit ketika mengamputasi tangan, maka ada dua pendapat di
kalangan Syafi’iyah. Yang tepat adalah dibolehkan.”
Al Khotib Asy Syarbini dari kalangan Syafi’iyah berkata, “Boleh
menggunakan sejenis napza dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya
walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi
darurat”.
Nasehat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sungguh bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita
semua.
مَثَلُ الْجَلِيسِ
الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ
الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ
تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ
تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk
(berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman
dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan
minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya.
Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau
pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa).
b.
Miras
Menurut Imam Malik,
asy-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal, meminum minuman yang memabukkan hukummnya
sama, baik dinamakan khamar (minuman keras) maupun yang bukan. Khamar
diidentikkan sejenis minuman yang terbuat dari perasan anggur maupun jenis
bahan lainnya, misalnya kurma, kismis, gandum, atau beras yang memabukkan dalam
kadar sedikit maupun banyak.
Khamar menurut Imam Abu Hanifah adalah minuman yang diperoleh dari perasan
anggur. Dengan demikian, Imam Abu Hanifah membedakan antara “khamar” dan
“muskir”. Khamar, hukum meminumnya tetap haram baik sedikit maupun banyak.
Dari Jabir bin Abdillah, beliau mendengar
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda di Mekah saat penaklukan kota mekah
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ » . فَقِيلَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا
السُّفُنُ ، وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ .
فَقَالَ « لاَ ، هُوَ حَرَامٌ » . ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – عِنْدَ ذَلِكَ « قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ ، إِنَّ اللَّهَ لَمَّا
حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya
mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung.” Ada yang bertanya,
“Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai, mengingat
lemak bangkai itu dipakai untuk menambal perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan
minyak untuk penerangan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
boleh! Jual beli lemak bangkai itu haram.” Kemudian, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya,
tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual
minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya.”
(HR. Bukhari )
3.
Multilevel marketing (MLM)
Sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) dilakukan dengan cara
menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member
dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Secara rinci, sistem perdagangan
Multi Level Marketing MLM) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mula-mula pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member
dengan cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan dengan
harga tertentu.
b. Dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu
formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.
c. Sesudah menjadi member, maka tugas berikutnya adalah mencari calon
member-member baru dengan cara seperti di atas, yakni membeli produk perusahaan
dan mengisi formulir keanggotaan.
d. Para member baru juga bertugas mencari calon member-member baru lagi dengan
cara seperti di atas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi formulir
keanggotaan.
e. Jika member mampu menjaring member-member baru yang banyak, maka ia akan
mendapat bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka
semakin banyak pula bonus yang akan didapatkan, karena perusahaan merasa
diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus menjadi konsumen paket produk
perusahaan.
f. Dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket produk
perusahaan, maka member yang berada pada level pertama (member awal/ pelopor),
kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari
perusahaan karena perusahaan merasa diuntungkan dengan adanya member-member
baru yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan.
Di antara perusahaan MLM, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat
untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut dengan janji akan memberikan
keuntungan sebesar hampir 100 % dalam setiap bulannya. Akan tetapi dalam
prakteknya, tidak semua perusahaan mampu memberikan keuntungan seperti yang
dijanjikan, bahkan terkadang berusaha menggelapkan dana nasabah yang menjadi
member perusahaan. Berkenaan dengan hal ini, Komisi Fatwa MUI DKI Jakarta
memfatwakan:
1. Bahwa sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) diperbolehkan oleh
syari'at Islam dengan syarat¬-syarat sebagai berikut:
a. Transaksi (akad) antara pihak penjual (al-ba'i) dan pembeli (al-musytari)
dilakukan atas dasar suka sama suka (' an taradhin), dan tidak ada paksaan;
b. Barang yang diperjualbelikan (al-mabi') suci, bermanfaat dan transparan
sehingga tidak ada unsur kesamaran atau penipuan (gharar);
c. Barang-barang tersebut diperjualbelikan dengan harga yang wajar.
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 275:
وَأَحَلَّ
اللّهُ البَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا البقرة
Artinya:
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. AI-Baqarah, 2: 275
Demikian juga firman-Nya dalam surat an-Nisa 29:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ
أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيما(29) النساءً
Ayat:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. An-Nisa', 4: 29
Jika sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) dilakukan dengan cara
pemaksaan; atau barang yang diperjualbelikan tidak jelas karena dalam bentuk
paket yang terbungkus dan sebelum transaksi tidak dapat dilihat oleh pembeli,
maka hukumnya haram karena mengandung unsur kesamaran atau penipuan (gharar).
Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW dalam hadits shahih yang
diriwayatkan Imam Muslim, sebagai berikut:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ اْلغَرَرِ ( رواه مسلم)
Artinya:
Rasulullah SAW melarang terjadinya transaksi jual beli yang mengandung
gharar"
2. Jika harga barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem perdagangan
Multi Level Marketing (MLM) jauh lebih tinggi dari harga yang wajar, maka
hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan
harga barang yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagai sharing modal dalam
akad syirkah mengingat pihak pembeli sekaligus akan menjadi member perusahaan,
yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapatkan keuntungan secara estafet.
Dengan demikian, praktek perdagangan Multi Level Marketing (MLM) tersebut
mengandung unsur kesamaran atau penipuan (gharar) karena terjadi kekaburan
antara akad jual beli (al-bai'), syirkah, sekaligus mudlarabah karena pihak
pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai 'amil (pelaksana/
petugas) yang akan memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli (member)
baru.
3. Jika perusahaan Multi Level Marketing (MLM) melakukan kegiatan menjaring
dana masyarakat untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut dengan janji akan
memberikan keuntungan tertentu dalam setiap bulannya, maka kegiatan tersebut
adalah haram karena melakukan praktek riba yang jelas-jelas diharamkan oleh
Allah SWT. Apalagi dalam kenyataannya tidak semua perusahaan mampu memberikan
keuntungan seperti yang dijanjikan, bahkan terkadang menggelapkan dana nasabah
yang menjadi member perusahaan. Sebagaimana telah difirmankan Allah SWT dalam
surat al-Baqarah ayat 279:
وَإِن
تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْل البقرة
Artinya:
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu;
kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. AI-Baqarah, 2: 279.
Berhubung di antara sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) ada yang
diharamkan oleh syari' at Islam, maka hendaklah Umat Islam agar berhati-hati
dalam melakukan kegiatan perdagangan dengan system Multi Level Marketing (MLM).
Pilihlah sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) yang benar-benar
diperbolehkan oleh syari'at Islam karena memenuhi syarat-syarat yang telah
disebutkan di atas.
4.
Seorang muslim bekerja di bank konvensional
Majelis
Ulama Indonesia (MUI), melalui Komisi Fatwa-nya dalam forum Rapat Kerja
Nasional dan Ijtima’ Ulama Indonesia, sejak hampir 6 tahun yang lalu tepat pada
hari Selasa 16 Desember 2003 telah mengeluarkan fatwa tentang bunga. Fatwa itu
intinya menyatakan bahwa bunga pada bank dan lembaga keuangan lain yang ada
sekarang telah memenuhi seluruh kriteria riba. Riba tegas dinyatakan haram,
sebagaimana firman Allah SWT:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. (QS
al-Baqarah [2]: 275).
Karena riba haram, berarti bunga juga haram.
Karena itu, sejujurnya tidak ada yang istimewa dari fatwa MUI ini. Bahkan
sejatinya, untuk perkara yang segamblang atau qath‘î itu tidaklah
diperlukan fatwa, alias tinggal dilaksanakan saja. Artinya, fatwa itu lebih
merupakan penegasan saja. Sebagai penegasan, fatwa ini sungguh penting karena
meski jelas-jelas dilarang al-Quran, praktik pembungaan uang di berbagai bentuk
lembaga keuangan tetap saja berlangsung hingga saat ini.
Hukum
Menjadi Pegawai Bank Konvensional
Telah sampai kepada kita
hadits riwayat Ibnu Majah dari jalan Ibnu Mas’ud dari Nabi SAW:
“Bahwa beliau (Nabi SAW)
melaknat orang yang makan riba, orang yang menyerahkannya, para saksi serta
pencatatnya.” (HR.
Bukhari Muslim)
Jabir
bin Abdillah r.a. meriwayatkan:
“Rasulullah
melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang yang
menjadi saksinya.” Dan beliau bersabda: “Mereka itu sama.” (HR. Muslim)
Ibnu
Mas’ud meriwayatkan:
“Rasulullah
saw. melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua
orang saksinya, dan penulisnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Sementara
itu, dalam riwayat lain disebutkan:
“Orang
yang makan riba, orang yang memben makan dengan riba, dan dua orang saksinya –jika
mereka mengetahui hal itu– maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad
saw. hingga han kiamat.” (HR.
Nasa’i)
Dari
hadits-hadits ini kita bisa memahami bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan
transaksi ijarah (sewa/kontrak kerja) terhadap salah satu bentuk
pekerjaan riba, karena transaksi tersebut merupakan transaksi terhadap jasa
yang diharamkan.
Ada
empat kelompok orang yang diharamkan berdasarkan hadits tersebut. Yaitu; orang
yang makan atau menggunakan (penerima) riba, orang yang menyerahkan (pemberi)
riba, pencatat riba, dan saksi riba. dan saat ini jenis pekerjaan tersebut
merupakan pekerjaan yang membanggakan sebagian kaum muslimin serta secara umum
dan legal (secara hukum positif) di kontrak kerjakan kepada kaum muslimin di
bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan dan pembiayaan. Berikut adalah keempat
kategori pekerjaan yang diharamkan berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan
diatas:
5.
Tembakau dan Rokok
Ulama
Syafi’iyah seperti Ibnu ‘Alaan dalam kitab Syarh Riyadhis Sholihin dan Al
Adzkar serta buku beliau lainnya menjelaskan akan haramnya rokok. Begitu pula
ulama Syafi’iyah yang mengharamkan adalah Asy Syaikh ‘Abdur Rahim Al Ghozi,
Ibrahim bin Jam’an serta ulama Syafi’iyah lainnya mengharamkan rokok.
Qalyubi
(Ulama mazhab Syafi’I wafat: 1069 H) ia berkata dalam kitab Hasyiyah Qalyubi
ala Syarh Al Mahalli, “Ganja
dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk
dikonsumsi. Oleh karena itu para Syaikh kami berpendapat bahwa rokok hukumnya
juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai
penyakit berbahaya“.
Ulama
madzhab lainnya dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun mengharamkannya.
Artinya para ulama madzhab menyatakan rokok itu haram. Silakan lihat bahasan
dalam kitab ‘Hukmu Ad Diin
fil Lihyah wa Tadkhin’ (Hukum Islam dalam masalah jenggot dan
rokok) yang disusun oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid Al Halabi hafizhohullah terbitan
Al Maktabah Al Islamiyah
Di antara alasan haramnya
rokok adalah dalil-dalil berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا
بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195). Karena merokok
dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan
penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan,
berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini
sangat jelas rokok terlarang atau haram.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا ضَرَرَ ولا
ضِرارَ
“Tidak boleh memulai memberi dampak
buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR.
Ibnu Majah, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al
Albani hadits ini shahih).
Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang
lain dan rokok termasuk dalam larangan ini.
Perlu
diketahui bahwa merokok pernah dilarang oleh Khalifah Utsmani pada abad ke-12
Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar
disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama mengharamkan merokok
berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu yang menyatakan bahwa rokok
sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab
batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah
dan berakhir dengan kematian mendadak.
Sanggahan pada
Pendapat Makruh dan Boleh
Sebagian orang (bahkan ada
ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah
kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ
لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang telah menjadikan
segala yang ada di bumi untuk kamu“. (QS. Al Baqarah: 29). Ayat ini
menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal
untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.
Akan
tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah
hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan tembakau
mengandung nikotin yang secara ilmiah telah terbukti merusak kesehatan dan
membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu“. (QS. An Nisaa:
29).
Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang
merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan
bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap, berdasarkan sabda
nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَكَلَ
الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ
الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
“Barang siapa yang memakan bawang
merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid
kami, karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu:
bau tidak sedap)“. (HR. Muslim). Dalil ini juga tidak kuat, karena
dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu
menyebabkan berbagai penyakit berbahaya di antaranya kanker paru-paru. Dan
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا
بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195).
Jual Beli Rokok
dan Tembakau
Jika rokok itu haram, maka
jual belinya pun haram. Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” (QS. Al Maidah: 2)
C.
Jelasan motifasi dan dasar hukum nabi Muhammad SAW berpoligami
dengan 9 atau 12 orang istri, atas tuduhan orientalis atau orang – orang anti
islam bahan nabi dikatakan hipersex.
Jawab :
Nabi
Muhammad SAW sesungguhnya adalah seorang yang Monogamis dalam sebagian besar
perjalanan kehidupan rumah tangganya. Beliau menikah dengan tujuan yang mulia
dengan hukum yang tinggi dan tidak mungkin dengan tujuan demi kesenangan
syahwat.
Rasulullah belum pernah memperbanyak istrinya kecuali setelah beliau dewasa dan
tua, yakni setelah umurnya mencapai diatas 50 tahun. Dan tidak pernah melakukan
poligami, setelah istri beliau Khadijah Ra meninggal barulah beliau
melakukannya.
Dari 'Aisyah Ra Nabi SAW bersabda:
"Nabi SAW tidak pernah menikahi wanita lain atas Khadijah sampai Khadijah
wafat" (HR. Muslim)
Dari segi jumlah istri
pernikahan Nabi SAW
merupakan sebuah kekhususan bagi beliau, sebagaimana kekhususan lainnya,
seperti puasa wishal (puasa bersambung hingga malam tanpa berbuka), tidak
menerima sedekah, dan tidak meninggalkan warisan.
Karenanya dalam hal poligami, ummatnya hanya bisa meniru sebatas empat istri,
tidak lebih. sebagaimana firmanNya Qs. An Nisa (4):3. Ayat ini turun
dipenghujung tahun ke-8 Hijriyah, ketika Rasulullah sudah memiliki istri lebih
dari empat dan telah menggaulinya. Meski demikian, tidak seorangpun dari
istri-istrinya itu diceraikan.
Inilah Kekhususan bagi beliau, yang secara tegas Allah berfirman Qs. Al-Ahzab
(33):50.
"Hai Nabi, Sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu
yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang
termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah
untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu
dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama
kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau
mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu , bukan untuk semua
orang mukmin. Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan
kepada mereka tentang istri istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki
supaya tidak menjadi kesempatan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang."
Dari segi motivasi
pernikahan pun beragam Muhammad
Ismail dalam Al Fikr al-islami, menjelaskan bahwa perbuatan manusia
dilandasi Motivasi spiritual (ruhiyah), emosional (Ma'nawiyah), dan material
(madiyah). Adapun nilai perbuatan manusia itu bisa dikategorikan sebagai nilai
spiritual (ruhiyah), moral (akhlaqiyah), kemanusiaan (insaniyah), dan material
(madiyah).
Dalam kerangka teori ini, Pernikahan Nabi SAW, selalu bermotivasi dan
bernilai ruhiyah. Ini bisa dilihat dari faktor diri
Rasulullah, jumlah istri beliau, maupun siapa orang-orangnya.
Faktor diri rasulullah SAW,
Rasulullah mulai berpoligami justru setelah akhir hidup beliau, yakni setelah
usia melewati 30 tahun pernikahan bersama Khadijah.
Dalam usia 55 tahun, beliau menikahi 8 istri dan pada usia 57 tahun, beliau
mengumpulkan 9 orang istri, dimana dalam masa ini, kehidupan beliau secara
fisik tidaklah mapan, tetapi justru dipenuhi deraan gelombang cobaan dakwah.
Kebugaran beliaupun semakin menyusut secara alamiah seiring bertambahnya usia.
Ini artinya bahwa Pernikahan beliau jelas tidaklah berlandaskan hawa nafsu,
tetapi karena perintah wahyu bersama nilai-nilai tertentu yang terkandung
didalamnya.
Faktor istri
Siapa siapa orang-orangnya, maupun nilai, selain ruhiyah, pernikahan beliaupun
menyertakan nilai nilai lain, seperti persahabatan, penghargaan, juga taktis
politik.
Nilai persahabatan
Nabi menikahi
'Aisyah ra dan Hafshah ra, yang masing-masing adalah putri shahib
beliau, yakni Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra. Sebelumnya Hafshah adalah
istri Khunais, yang temasuk angkatan pertama pemeluk islam. Khunais wafat tujuh
bulan sebelum Rasulullah saw menikahi Hafshah.
Nilai Penghargaan
Nabi menikahi Saudah binti Zum'ah adalah janda Sukran bin Amr bin
Abdi Syam. Setelah suaminya wafat, sudah sama sekali tidak cantik, tidak kaya,
dan tidak memiliki status sosial tinggi. Tetapi demi menghargai perjuangannya,
Rasulullah mengangkatnya menjadi Ummul Mu'minin.
Nabi menikahi Zainab binti Khuzaimah dan Ummu Salamah, janda dari
dua sahabatnya yang syahid dimedan perang. Sebelumnya, Zainab adalah istri
Ubadah ibnul Harits ibnul Muththalib, yang syahid dalam perang Badar. Zainab
hidup bersama Rasulullah kurang dari dua tahun, kemudian meninggal.
Adapun Ummu salamah adalah mantan istri Abu Salamah, ia memiliki banyak anak.
Abu Salamah meninggal dunia karena luka serius yang dialaminya ketika Perang
Uhud setelah agak sembuh lukanya, Abu salamah kembali ke medan Perang bani Asad
dengan membawa kemenangan. Akan tetapi luka lamanya kambuh dan akhirnya ia
meninggal. Setelah empat bulan Nabi langsung melamarnya akan tetapi Ummu
Salamah tahu diri "Ya Rasulullah, Apalah saya ini, janda tua dengan
banyak anak"
Nilai taktis-politis.
Nabi menikahi Ramiah atau Ummu Habibah binti Abi Sufyan. Suaminya
bernama Ubaidillah bin Jahsy al-Asadi. Khawatir akan disiksa bapaknya yang
gembong Quraisy, Ramiah dan Ubaidillah turut hijrah ke Habasyah. Padahal saat
itu ia hamil berat. Ditanah pengungsian, ia melahirkan seorang putri yang dinamai
Habibah. Malangnya, tidak lama setelah itu, Ubaidillah murtad. Ia berusaha
menarik istrinya keluar dari Islam. Akan tetapi, Ramiah tetap bersabar dalam
agamanya.
Nilai/Value (Nilai Ruhiyah)
Zainab putri bibi Nabi adalah gadis cantik dari keluarga terpandang dikalangan
Quraisy, sedang calon suaminya Zaid hanyalah seorang budak yang dimerdekakan
nabi. Bagaiman kedua pasangan yang kontras kultur ini disatukan. Akhirnya
berakhir dengan perceraian karena Zainab lebih mengedepankan kebangsawanannya.
Detik-detik tragedi perceraian Zainab dengan Zaid turun wahyu ilahi bahwa
Zainab kelak akan menjadi istri Rasul.
Rasulullah sempat merahasiakan wahyu ini bahkan sempat risau dan gundah dalam
hatinya. maka turun, Firman Allah Qs Al-Ahzab (33):37
".... sedang kamu menyembunyikan didalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang berhak
untuk kamu takuti...".
Hikmah dan Dasar Rasulullah memperbanyak istrinya disebabkan karena :
- Banyaknya
tawanan Ansar yang merupakan keluarganya sendiri, karena untuk memperkuat
dakwahnya dan menyampaikan risalah Rabb-nya.
- Untuk
memuliakan qabilah-qabilah yang masih keluarga Rasulullah Saw, sehingga
hubungannya semakin dekat.
- Menampakkan
kepada banyak orang tetang kondisi yang semula tersembunyi dengan maksud
untuk menetralisir berita yang disebarkan orang-orang musyrik mengatakan
bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw tukang sihir dan dukun.
- Keajaiban
didalam diri Rasulullah dalam menggilir istri-istrinya hanya pada satu
malam dan merupakan mu'jizat bagi Rasulullah Saw dalam membagi giliran
sesama istrinya dengan adil. (Qs. An-Nisa (4):129)
- Memuliakan
sebagian wanita-wanita janda atas dasar keimanan mereka setelah wafat
suaminya. Rasulullah menikahinya atas dasar bermaksud menjaga keimanan
mereka.
- Ada
banyak wanita berpindah kepada hukum-hukum syari'at (masuk islam) dan
suami tidak mengikuti istrinya akibatnya guru-guru (da'i) yang mengajarkan
islam kepada wanita.
- Mengurangi
permusuhan (menikahi Ummu Habibah binti abu sofyan anak dari abu sofyan
yang merupakan musuh islam pemimpin orang kafir sebelum masuknya Islam dan
Shafiyah binti Hayiyi bin akhtab musuh Nabi dari kalangan Yahudi).
Padahal
jika menelusuri praktek poligami yang dilakukan Nabi Muhammad, sangatlah jauh
berbeda dengan apa yang dipraktekkan oleh kebanyakan laki-laki sekarang ini.
Nabi Muhammad SAW memiliki beberapa istri dengan beberapa motivasi ,
diantaranya misi penyebaran agama Islam dan misi penyebaran agama Islam dan
misi social dengan menikahi janda-janda yang suaminya meninggalkan ketika peran
UHUD dimana mereka meninggalkan istri dan anak-anaknya dalam kemelaratan /
kemiskinan)
Hal diatas diperkuat dengan realitias kehidupan perkawinan Nabi
Muhammad SAW yang memiliki istri : Khadijah (Janda- Dinikahi Nabi SAW ketika
Khadijah berumur 40 tahun), Sawda bin Zam’a (dinikahi Nabi SAW ketika Sawda
berumur 65 tahun), Aisha Siddiqa (satu-satunya istri Nabi SAW yang perawan),
Hafsah Bin U’mar, Zainab Bin Khuzayma (Janda – suaminya meninggal ketika perang
UHUD, Salama Bin Ummaya ( di nikahi Nabi SAW ketika Salama berumur 65 tahun),
Zainab Bin Jahsh (Janda), Juayriya Bin Al-Harith (Janda-Suami pertamanya adalah
Masafeah Ibn Safuan), Safiyyah Bint Huyayy (janda), Ummu Habiba Bint Sufyan
(Suami pertamanya adalah Aubed Allah Jahish. Dia adalah anak dari Bibi
Rasulullah SAW. Aubed Allah meninggal di Ethiopia), Maymuna Bint Al-Harith
(Janda-SUami pertamanya adalah Abu Rahma Ibn Abed Alzey), Maria Al-qabtiyya.
(Janda).
Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah mengikhlaskan putrinya Fatima
Az-Zahra untuk diduai oleh suaminya Ali Bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar
rencana menantunya itu hendak menikah lagi, diatas mimbar mesjid Nabi Muhammad
SAW berkata : Beberapa keluarga Bani Hasyim bin Al-Mughirah meminta izin
kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah,
aku tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan. Kecuali Ali bin Abi
Thalib menceraikan putriku maka kupersilahkan mengawini putri mereka.
Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah
menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga.
“Lalu, apakah kita sebagai manusia biasa (tidak memiliki keistimewaan seperti
Nabi Muhammad SAW) masih ingin menyamakan motivasi dan keadilan berpoligami seperti
yang dilakukan Rasulullah ?
D.
apakah anda sependapat dengan poligami dalam konsep islam,jika suju
atau tida berikan alasanya?
Jawab :
1.
Setuju!!
Jika sang istri pertama tidak memiliki keturunan
sehingga dirinya rela untuk dimadu,sang istri rela agar suaminya bahagia dalam
keluarganya asalkan sang suami bisa berlaku adil terhadap kedua istrinya.
Islam memperbolehkan seorang pria beristri
hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil
terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 3 ).
2.
Tidak setuju!!
Jika sang suami
tidak meminta izin serta tidak memberikan alasan yang benar kepada istrinya
untuk kawin lagi padahal istrinya tersebut adalah wanita yang saleha dan
memiliki keturunan. Dan tidak ada istri yang rela membagi cintanya kepada orang
lain walaupun dalam keadaan terpaksa sekalipun.