Jumat, 06 Juni 2014

alternatif strategi pemasaran apa yang semestinya dilakukan oleh Peternakan Ayam Usaha Jaya dalam memasarkan telur hasil produksinya, berhubung fluktuasi harga telur di pasaran agar perusahaan tidak mengalami kerugian



I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadikan sektor peternakan sebagai salah satu tumpuan perekonomian masyarakat. Oleh sebab itu, sektor peternakan harus memiliki kontribusi yang besar dalam pencapaian tujuan pembangunan perekonomian.
Kemampuan sektor peternakan sebagai salah satu andalan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari besarnya sumbangan sektor ini pada Produk Domestik Bruto Indonesia yang menempati posisi keempat terbesar di bidang Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan (Agriculture, Livestock, Forestry, and Fishery) setelah tanaman bahan pangan, tanaman perkebunan, dan perikanan seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1.   Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut
                 Lapangan Usaha (miliar rupiah)
No
Lapangan Usaha
2010
2011
2012*
2013**
1
Tanaman Bahan Makanan
151.500,70
154.153,90
158.910,10
161.969,50
2
Tanaman Perkebunan
47.150,60
49.260,40
52.325,40
54.903,00
3
Peternakan
38.214,40
40.040,30
41.918,60
43.914,00
4
Kehutanan
17.249,60
17.395,50
17.423,00
17.442,50
5
Perikanan
50.661,80
54.186,70
57.702,60
61.661,20
Catatan: * Angka sementara
              ** Angka sangat sementara
Sumber: BPS (2014)
Berdasarkan Tabel 1, sektor peternakan terus mengalami pertumbuhan mulai dari 38.214,40 pada tahun 2010 menjadi 43.914,00 pada tahun 2013. Berdasarkan laju pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya merupakan indikasi bahwa sektor ini semakin diminati oleh masyarakat sebagai lapangan usaha yang dapat diandalkan sebagai tumpuan harapan pembangunan ekonomi Indonesia.
Usaha peternakan yang banyak diminati oleh masyarakat saat ini salah satunya adalah usaha peternakan unggas karena dapat diusahakan mulai skala rumah sampai skala besar. Populasi unggas yang diternakkan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Populasi Unggas di Indonesia (000 ekor)
No
Jenis Unggas
2010
2011
2012
2013*
1
Ayam Buras
257.544
264.340
274.564
290.455
2
Ayam Ras Petelur
105.210
124.636
138.718
147.279
3
Ayam Ras Pedaging
986.872
1.177.991
1 244.402
1.355.288
4
Itik
44.302
43.488
49.295
50.931
Catatan: *Angka sementara
Sumber: BPS (2014)

Berdasarkan Tabel 2, ayam ras pedaging menempati posisi pertama jumlah hewan terbanyak yang diternakkan di Indonesia, kemudian disusul oleh ayam buras, ayam ras petelur, dan itik. Jumlah ayam petelur, baik ayam maupun ayam ras, pada tahun 2013 mencapai 437.734.000 ekor. Itu artinya peternakan ayam petelur, baik ayam buras maupun ayam ras, merupakan peternakan unggas yang cukup banyak diusahakan di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tengah. Hal ini dilihat dari Tabel 3 di bawah ini, tampak bahwa produksi telur ayam, baik ayam buras maupun ayam ras, tergolong tinggi di Sulawesi Tengah.
Tabel 3. Produksi Telur Unggas di Sulawesi Tengah (ton)
Tahun
Ayam Kampung
Ayam Petelur
Itik/itik Manila
2011
2.330
5.297
2.390
2012
2.988
4.621
3.385
2013*
3.468
5.589
3.503
Catatan: *Angka sementara
Sumber: BPS (2014)

1.2. Rumusan Masalah
Salah satu usaha peternakan ayam petelur di Sulawesi Tengah, tepatnya di Kota Palu, adalah Peternakan Ayam Usaha Jaya yang berlokasi di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan. Peternakan ini mulai dioperasikan oleh Bapak Ismail sejak tahun 1996. Jumlah ayam petelur yang diternakkan di tempat peternakan tersebut saat ini sekitar 7500 ekor.
Permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai alternatif strategi pemasaran apa yang semestinya dilakukan oleh Peternakan Ayam Usaha Jaya dalam memasarkan telur hasil produksinya, berhubung fluktuasi harga telur di pasaran agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Untuk mencapai maksud tersebut, maka telah disusun beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut:
1.      Faktor-faktor internal apa yang merupakan kekuatan dan kelemahan bagi Peternakan Ayam Usaha Jaya?
2.      Faktor-faktor eksternal apa yang merupakan peluang dan ancaman bagi Peternakan Ayam Usaha Jaya?
3.      Alternatif strategi pemasaran apa yang tepat untuk diterapkan oleh Peternakan Ayam Usaha Jaya?

1.3. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah:
1.      Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal Peternakan Ayam Usaha Jaya  yang merupakan kekuatan dan kelemahan.
2.      Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal yang merupakan peluang dan ancaman bagi Peternakan Ayam Usaha Jaya.
3.      Memformulasikan alternatif strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh Peternakan Ayam Usaha Jaya.
Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1.      Sebagai bahan bacaan bagi semua kalangan yang ingin menambah wawasan dan pengetahuannya.
2.      Sebagai bahan pertimbangan bagi pemilik Peternakan Ayam Usaha Jaya untuk membuat perencanaan pemasaran produknya.
3.      Sebagai sumber inspirasi bagi peneliti berikutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Petelur
2.1.1.   Asal-usul Ayam Petelur
Ayam peliharaan (Gallus gallus domesticus) adalah keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai ayam hutan merah (Gallus gallus) atau ayam bangkiwa (bankiva fowl). Kawin silang antar-ras ayam telah menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan bermacam-macam fungsi; yang paling umum adalah ayam potong (untuk dipotong) dan ayam petelur (untuk diambil telurnya). Ayam memasok dua sumber protein dalam pangan: daging ayam dan telur[1].
Secara sederhana, kita dapat mendefinisikan ayam petelur sebagai jenis ayam yang diternakkan secara khusus untuk diambil telurnya. Sebenarnya semua unggas pasti bertelur untuk meneruskan kelangsungan hidup populasinya karena unggas tidak mempunyai rahim sebagaimana bangsa mamalia sehingga calon anaknya dibesarkan di luar tubuhnya (Rasyaf, 1991).
Untuk membesarkan calon anak yang akan menetas di luar tubuhnya itu, unggas menyediakan cadangan makanan untuk calon anaknya, yang terbungkus rapi di sekitar embrio calon anaknya tersebut. Cadangan makanan yang berkualitas tinggi inilah yang disebut telur (Rasyaf, 1991). Karena telur mengandung zat makanan yang lezat, maka ia digemari oleh makhluk lain, termasuk manusia. (Rasyaf, 2002).
Manusia pada mulanya mencari telur di hutan belantara, tetapi telur semakin sulit diperoleh, maka timbullah niat untuk mengembangkan unggas yang bertelur ini agar telurnya dapat dimakan dan unggasnya dapat dipotong. Masalah kemudian yang muncul adalah banyaknya jenis unggas. Unggas yang mengandalkan sayap jelas tidak mungkin karena telurnya kecil-kecil dan juga bisa terbang; unggas besar seperti burung ayam-ayaman jelas tidak menarik; burung puyuh terlalu gesit. Akhirnya, pilihan pun jatuh kepada unggas yang berukuran sedang dan mengandalkan kaki dan bertelur berukuran sedang yang cukup banyak, yaitu ayam hutan. Ada juga yang melirik pada kerabat ayam hutan yang hidup di air, yaitu itik liar (Rasyaf, 2002).
Tahun demi tahun ayam hutan dari berbagai wilayah dunia ini diseleksi secara ketat oleh para pakar dengan berorientasi pada produksi yang banyak, baik produksi daging maupun produksi telur. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur unggul seperti yang ada sekarang ini setelah melalui proses pemurnian yang terus-menerus berlangsung (Rasyaf, 2002).
Ayam hutan memang sudah dipelihara oleh masyarakat di Indonesia sejak zaman dahulu kala sebagai bagian dari kehidupan mereka. Memasuki periode 1940-an, orang Indonesia mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Sejak saat itu orang mulai membedakan antara ayam Belanda dengan ayam liar asli Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang juga disebut ayam kampung, sedangkan ayam orang Belanda disebut ayam luar negeri yang lebih akrab disebut ayam negeri (Rasyaf, 2002).
Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode 1980-an adalah ayam ras petelur white legorn yang kurus. Antipati orang terhadap terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler, begitu juga ayam petelur cokelat (ayam dwiguna: telur dan daging) mulai menjamur pula. Di sinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Terjadilah persaingan ketat antara telur dan daging ayam ras dan telur dan daging ayam kampung. Persaingan ketat inilah yang menandakan maraknya peternakan ayam ras (Rasyaf, 2002).

2.1.2.   Jenis Ayam Petelur
Banyak muncul berbagai istilah teknis akibat kegiatan penangkaran dan peternakan ayam. Berdasarkan fungsinya, orang mengenal (a) ayam pedaging atau ayam potong (broiler), untuk dimanfaatkan dagingnya; (b) ayam petelur (layer), untuk dimanfaatkan telurnya; (c) ayam hias atau ayam timangan (pet), untuk dilepas di kebun/taman atau dipelihara dalam kurungan karena kecantikan penampilan atau suaranya (misalnya ayam katai dan ayam pelung; ayam bekisar dapat pula digolongkan ke sini meskipun bukan ayam peliharaan sejati); dan (d) ayam sabung, untuk dijadikan permainan sabung ayam[2].
Ayam petelur terbagi menjadi dua tipe (Rasyaf, 2002), yaitu:
1)      Tipe Ayam Petelur Ringan
Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping, kurus, dan mungil. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadap cuaca panas dan keributan. Ayam ini mudah kaget dan bila kaget, ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan.
2)      Tipe Ayam Petelur Medium
Bobot tubuh ayam ini cukup berat meskipun beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Sebagian orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih. Kalau dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang putih, tetapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya di pasar, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih karena telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksi telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu, daging dari ayam petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak.

2.2. Peternakan Ayam Petelur
2.2.1.   Persiapan
Sebelum mulai beternak, hal-hal yang mungkin akan terjad harus dipertimbangkan baik-baik. Selain itu, keterbatasan sumberdaya dan lingkungan calon lokasi peternakan juga harus diketahui.
1)      Penentuan lokasi
Menurut Rasyaf  (2002), lokasi yang harus dipertimbangkan adalah yang sesuai untuk peternakan, di antaranya memenuhi kriteria berikut.
a)      Jauh dari perumahan penduduk atau paling tidak ada izin dari lingkungan.
b)      Sebaiknya dekat dengan atau paling tidak mudah dijangkau dari tempat pemasaran hasil.
c)      Sebaiknya tidak jauh atau paling tidak mudah dijangkau dari tempat penjualan alat-alat peternakan, ransum, dan obat-obatan.
d)     Harus cukup tersedia air layak minum. Ketersediaan air ini merupakan syarat mutlak peternakan ayam.


2)      Pemilihan bibit
Apabila tipe ayam yang akan dipelihara telah jelas, calon peternak tinggal memilih bibit yang terbaik. Bibit ayam yang akan digunakan disebut anak ayam sehari (AAS) atau lebih populer disebut DOC (day old chick). Adapun kriteria bibit ayam yang baik bergantung pada hal-hal berikut ini (Rasyaf, 2002).
a)      Produksi telur, yaitu jumlah telur yang dihasilkan. Ayam yang baik menghasilkan telur yang banyak.
b)      Konversi ransum, yaitu perbandingan antara ransum yang dihabiskan dengan telur yang dihasilkan, yang sering disebut ransum per kilogram telur. Ayam yang baik menghasilkan telur yang lebih banyak daripada ransum yang dimakannya.
c)      Kenyataan di lapangan. Sehebat apapun promosi penjualan bibit akan terbukti setelah dipelihara.
3)      Perkandangan
Bagian yang terpenting dalam suatu peternakan adalah kandang karena merupakan tempat ayam berdiam dan berproduksi. Cara membangun kandang yang salah dan tidak sesuai dengan lingkungan dan persyaratan minimal akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit.

2.2.2.   Pengelolaan Masa Produksi
Pengelolaan yang dimaksud adalah pemelihaan ayam pada masa produksinya. Masa produksi terbagi menjadi tiga, yaitu masa produksi awal, masa produksi remaja, dan masa produksi bertelur.
1)      Masa awal
Masa awal (starter) merupakan masa anak ayam berumur 1 hari hingga 6-7 minggu. Masa ini merupakan masa yang menentukan bagi kehidupan selanjutnya (Rasyaf, 2002).
Pada saat pertama ayam tiba di peternakan, kemungkinan membawa penyakit dari induk atau dari pembibitannya. Dengan demikian, pada minggu pertama ini sudah harus dilakukan usaha pencegahan penyakit, baik dengan cara menambahkan antibiotik pada air minumnya, menerapkan sistem isolasi dan sanitasi yang baik, menyesuaikan pemanas buatan dengan kebutuhan anak ayam, maupun kualitas ransum yang sesuai dengan kebutuhan anak ayam (Rasyaf, 2002).
2)      Masa remaja
Secara fisik tidak perbedaan yang terlalu berarti dengan masa awal, ayam masih tetap sama dan ukuran tubuhnya masih tetap sama, hanya saja bulunya sudah mulai lengkap. Masa remaja (grower) adalah masa anak ayam berumur 7-14 atau 7-16 minggu (Rasyaf, 2002).
Ransum ayam pada masa awal harus mengandung nutrisi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan organ-organ tubuh anak ayam sehingga biaya ransum masa awal relatif lebih tinggi dibandingkan dengan masa remaja karena pada masa remaja ayam hanya membutuhkan energi untuk pembentukan lemak di dalam jaringan. Oleh karena itu, kebutuhan protein untuk pertumbuhan sudah berkurang karena pertumbuhan ayam pada masa remaja mulai lambat dan tubuh ayam mulai membesar. Dengan demikian, akan terlalu boros bila nutrisi masa awal terus diberikan pada masa remaja (Rasyaf, 2002).
Menginjak minggu terakhir masa remaja, peternak harus melakukan pengapkiran bagi ayam-ayam yang tidak memenuhi persyaratan sebagai ayam petelur. Ayam-ayam yang perlu diapkir adalah (Rasyaf, 2002):
a)      Ayam yang mempunyai tubuh yang terlalu kecil.
b)      Ayam yang mempunyai tubuh tidak normal.
c)      Ayam yang tidak memperlihatkan ciri ayam petelur yang baik.
3)      Masa bertelur
Masa bertelur merupakan masa ayam berumur 15 atau 17 hingga 52 atau 55 minggu. Ayam tipe medium (ayam petelur cokelat) akan mulai menginjak masa bertelur lebih lama daripada ayam tipe ringan (ayam petelur putih). Ayam tipe medium akan mulai bertelur antara 22 hingga 24 minggu (Rasyaf, 2002).
Ayam petelur yang memakai sistem berpindah harus dipindahkan setiap satu masa produksi selesai. Ayam harus dipindahkan ke kandang masa bertelur secara umum tiga minggu sebelum mulai bertelur. Sehari sebelum, pada hari, dan sesudah pemindahan, ayam diberi vitamin dan mineral ke dalam air minumnya untuk mengantisipasi ayam yang masih merasa asing dengan lingkungan barunya sehingga ransum yang diberikan pun terkadang tidak disentuh pada hari pertama pemindahan (Rasyaf, 2002).



2.2.3. Pengelolaan Hasil
Hasil dari peternakan ayam petelur adalah telur. Prinsip pengelolaan hasil ini bertumpu pada usaha untuk mencegah kehadiran bakteri yang merusak isi telur meskipun hanya satu jam setelah dikeluarkan. Untuk mengurangi kerusakan isi telur oleh ulah bakteri dan mikroba lainnya, telur harus cepat-cepat dikeluarkan dari kandang. Dalam satu harus dilakukan pengumpulan tiga kali, yaitu pukul 10.00-11.00, pukul 13.00-14.00, hingga pukul 15.00-16.00. Bila ayam sedang mencapai puncak produksi, telur diambil 4 kali sehari dimulai pukul 09.00-10.00. Ayam umumnya bertelur pada pagi hari dan tengah hari bila terlambat meskipun jarang terjadi (Rasyaf, 2002).
Telur diambil dan diletakkan di nampan telur (egg tray). Selain itu dapat juga disimpan di dalam peti yang telah dialasi sekam padi. Nampan telur dan peti dibagi atas dua kelompok: satu untuk kelompok telur yang bersih-normal dan satu untuk telur yang kotor-abnormal. Telur yang normal mempunyai berat 57,6 gram dan bersih. Klasifikasi telur dibagi atas 4 kualitas, yaitu kualitas AA, A, B, C. Penilaian berdasarkan kulit telur, celah udara di dalam telur, putih telur, dan kuning telur.    

2.3. Strategi Pemasaran
Strategi adalah suatu rencana yang diutamakan untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa perusahaan mungkin mempunyai tujuan yang sama, tetapi yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut dapat berbeda (Swastha, 1990).
Sedangkan strategi pemasaran adalah rencana yang menyeluruh, terpadu, dan menyatu di bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan. Penentuan strategi pemasaran harus didasarkan atas analisis lingkungan dan internal perusahaan melalui analisis keunggulan dan kelemahan perusahaan (Assauri, 2004).
Penentuan strategi ini dapat dilakukan dengan membuat tiga macam keputusan berdasarkan pertanyaan berikut:
a.       Konsumen mana yang dituju?
b.      Kepuasan seperti apa yang diinginkan konsumen?
c.       Marketing mix seperti apa yang dipakai untuk memberikan kepuasan kepada konsumen? (Swastha, 1990)

2.4. Strategi Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk memengaruhi reaksi para pembeli atau konsumen. Variabel atau kegiatan tersebut perlu dikombinasikan dan dikoordinasikan oleh perusahaan seefektif mungkin dalam melakukan tugas/kegiatan pemasarannya (Assauri, 2004).
Strategi bauran pemasaran merupakan salah satu unsur dalam strategi pemasaran terpadu. Strategi bauran pemasaran menetapkan komposisi terbaik dari empat komponen atau variabel pemasaran untuk dapat mencapai sasaran pasar yang dituju sekaligus mencapai tujuan dan sasaran perusahaan. Keempat unsur atau variabel strategi bauran pemasaran tersebut adalah strategi produk, strategi harga, strategi penyaluran/distribusi, dan strategi promosi (Assauri, 2004).

2.4.1.   Strategi Produk
Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk mendapat perhatian, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi, baik yang fisik maupun non-fisik. Strategi produk adalah menetapkan cara dan penyediaan produk yang tepat bagi pasar yang dituju sehingga dapat memuaskan para konsumennya dan sekaligus dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang, melalui peningkatan penjualan dan peningkatan pangsa pasar (Assauri, 2004).
Dalam konsep produk, perlu dipahami tentang wujud (tangible) dari produk, di samping extended product dan generic product. Penekanan wujud fisik produk adalah pada fungsinya, di samping desain, warna, ukuran, dan pengepakannya. Selain dilihat dari wujud fisiknya, produk juga mencakup pelayanan, harga, prestise, pabrik, dan penyalurnya yang dikenal sebagai extended product. Kemudian, produk juga dilihat dari manfaat atau kegunaannya secara menyeluruh, yang sifatnya merupakan jawaban pemecahan masalah yang dihadapi oleh konsumen. Ini dikenal sebagai generic product (Assauri, 2004).



2.4.2.   Strategi Harga
Harga adalah jumlah uang (kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya (Stanton, 1984). Sedangkan harga pasar merupakan suatu tingkat harga keseimbangan yang terjadi antara permintaan dan penawaran (Angiospora, 1999).
Harga satu-satunya unsur marketing mix yang menghasilkan penerimaan penjualan, sedangkan unsur yang lainnya hanya unsur biaya saja. Oleh karena itu, harga memengaruhi tingkat penjualan, tingkat keuntungan, serta pangsa pasar yang dapat dicapai oleh perusahaan (Assauri, 2004).
Faktor yang memengaruhi harga secara langsung adalah harga bahan-baku, biaya produksi, biaya pemasaran, peraturan pemerintah, dan faktor lainnya. Faktor yang tidak langsung namun erat hubungannya adalah harga produk sejenis, hubungan antara produk substitusi dan produk parlementer, dan potongan untuk penyalur dan konsumen. Di samping faktor-faktor tersebut, perlu juga memperhatikan tujuan dan prosedur penetapan harga (Assauri, 2004).

2.4.3.      Strategi Penyaluran/Distribusi
Penyaluran merupakan kegiatan penyampaian produk sampai ke tangan konsumen pada waktu yang tepat. Penyaluran mencakup saluran pemasaran (marketing channels) dan distribusi fisik (physical distribution). Keduanya memiliki hubungan sangat erat dalam keberhasilan penyaluran sekaligus pemasaran (Assauri, 2004).
Saluran distribusi adalah lembaga-lembaga yang memasarkan produk dari produsen ke konsumen. Bentuk pola saluran distribui dapat dibedakan atas (Assauri, 2004):
1)      Saluran Langsung, yaitu Produsen – Konsumen.
2)      Saluran Tidak Langsung, yang berupa:
-          Produsen – Pengecer – Konsumen.
-          Produsen – Pedagang Besar/Menengah – Pegecer – Konsumen.
-          Produsen – Pedagang Besar – Pedagang Menengah – Pengecer – Konsumen.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan saluran distribusi tersebut adalah jenis dan sifat produk, sifat konsumen potensial, sifat persaingan, dan saluran itu sendiri (Assauri, 2004).

2.4.4.   Strategi Promosi
Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan produknya, sehingga akan mendapat perhatian dari konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, memengaruhi/membujuk, dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono,1997)
Promosi penjualan adalah rangsangan jangka pendek untuk merangsang pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa. Pemberian stimulus berupa rangsangan-rangsangan perlu diberikan agar dapat mengubah pelanggan potensial menjadi pelanggan aktual (Angiospora, 1984).
Kegiatan promosi yang dilakukan suatu perusahaan menggunakan bauran promosi (promotional mix) yang terdiri dari (Assauri, 2002):
1)      Iklan, yaitu suatu bentuk promosi gagasan, barang, atau jasa yang dibiayai oleh suatu sponsor tertentu yang bersifat non-personal.
2)      Personal selling, yaitu promosi secara lisan dalam suatu pembicaraan dengan seseorang atau lebih calon pembeli dengan tujuan agar terealisasinya penjualan.
3)      Promosi penjualan (sales promotion), yaitu merangsang pembelian oleh konsumen dan keefektifan agen seperti pameran, pertunjukan, demonstrasi, dan segala usaha penjualan yang tidak dilakukan secara teratur atau kontinyu.
4)      Publisitas, yaitu merangsang permintaan dari suatu produk secara non-personal dengan membuat berita, baik yang komersial tentang produk pada media cetak maupun hasil wawancara yang disiarkan dalam media tersebut.

2.5. Analisis Lingkungan Eksternal Perusahaan
Perumusan strategi pemasaran didasarkan analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat dapat berubah dengan cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman, baik yang datang dari pesaing utama maupun yang datang dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Konsekuensi dari perubahan faktor eksternal tersebut juga menghasilkan perubahan faktor internal perusahaan, seperti perubahan terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan tersebut (Rangkuti, 2001).

2.5.1.   Lingkungan Makro
Lingkungan makro merupakan situasi dan kondisi di luar perusahaan yang dapat memengaruhi kinerja perusahaan. Dalam situasi global yang selalu berubah dengan cepat, perusahaan harus memantau beberapa kekuatan utama dalam lingkungan makro.
1)      Politik dan Hukum
Keputusan pemasaran dipengaruhi kuat oleh perkembangan dalam aspek politik dan hukum. Aspek ini dibentuk oleh hukum, badan pemerintah, dan kelompok penekan yang memengaruhi dan membatasi beragam individu dan organisasi. Kadang-kadang hukum ini juga memberikan peluang baru bagi bisnis. Sebagai contoh di Indonesia, pemerintah sedang menggalakkan usaha yang berbasis agribisnis. Kondisi ini merupakan peluang bagi perusahaan agribisnis untuk terus maju dan berkembang. Tren politik utama yang memengaruhi pemasar, yaitu undang-undang yang mengatur bisnis dan pertumbuhan kelompok dengan kepentingan khusus (Kotler, 1996).
2)      Ekonomi
Aspek ekonomi lebih terfokus pada kegiatan jual-beli dalam suatu pasar. Kegiatan jual-beli tidak terlepas dari kemampuan daya beli. Daya beli bergantung pada penghasilan, harga, tabungan, dan ketersediaan kredit saat ini. Oleh karena itu, pemasar harus memperhatikan dengan cermat tren utama dalam pendapatan dan pola pembelanjaan konsumen (Kotler, 1996).
3)      Sosial-Budaya
Aspek sosial/budaya selalu mengalami perubahan sebagai akibat upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka, salah satunya adalah perkembangan teknologi dan pengetahuan yang mampu mengubah gaya hidup masyarakat. Tiga karakteristik utama dari kebudayaan adalah tingkat kemapanan yang tinggi dari nilai-nilai budaya dasar, keberadaan sub-kultur, dan pergeseran nilai-nilai budaya sekunder sepanjang waktu (Kotler, 1996).
4)      Teknologi
Teknologi mampu memengaruhi aktivitas pemasaran karena teknologi memungkinkan terjadinya perubahan cara hidup dan pola konsumsi manusia. Teknologi baru menciptakan konsekuensi jangka panjang yang tidak selalu dapat diduga. Teknologi baru yang memberikan nilai terunggul dalam memuaskan kebutuhan akan merangsang aktivitas investasi dan ekonomi.
Kemajuan teknologi sangat membantu perkembangan perusahaan pertanian. Perusahaan dapat menciptakan inovasi baru, penciptaan produk baru, maupun penyempurnaan dalam teknik produksi jika didukung dengan penggunaan teknologi yang lebih modern sehingga produk pertanian yang dihasilkan optimal. Agar perusahaan selaku pemasar dapat terus eksis, maka harus memperhatikan tren-tren teknologi berupa langkah perubahan teknologi yang semakin cepat, peluang inovasi yag tidak terbatas, anggaran penelitian dan pengembangan yang beragam, dan peraturan yang meningkat atas perubahan teknologi (Kotler, 1996).

2.5.2.   Lingkungan Mikro
Menurut Kotler (1997), lingkungan mikro terdiri dari para pelanggan, pesaing, perantara pemasaran, dan pemasok. Selain itu perusahaan juga harus memperhatikan hambatan masuk dalam industri tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena pelaku utama lingkungan mikro mampu memengaruhi kemampuan memperoleh laba. Oleh karena itu, perusahaan harus mengikuti kecenderungan dan perkembangan yang terjadi.
1)      Pelanggan adalah individu dan rumah tangga yang membeli produk dan jasa untuk dikonsumsi. Dalam menilai pelanggan, perusahaan dapat melihatnya dari data/profil pelanggan, tingkat permintaan, dan kekuatan tawar perusahaan.
2)      Pesaing adalah perusahaan lain yang menawarkan produk sejenis atau produk substitusi. Hal ini berhubungan dengan hambatan masuk dalam suatu industri. Apabila hambatan masuk cukup besar, maka pesaing yang harus dihadapi oleh perusahaan tidak terlalu besar.
3)      Perantara pemasaran adalah pihak-pihak yang membantu perusahaan dalam penjualan dan distribusi produknya kepada konsumen akhir. Perantara pemasaran merupakan bagian dari saluran distribusi atau pemasaran bagi produk yang akan dijual.
4)      Pemasok adalah pihak-pihak yang menyediakan sumberdaya perusahaan dan para pesaingnya dalam memproduksi barang atau jasa tertentu. Jumlah pemasok, ketersediaan bahan baku, dan kondisi ketenagakerjaan merupakan keterbatasan ruang lingkup pemasok.
Analisis lingkungan mikro dilakukan berdasarkan konsep Model Lima Kekuatan Porter (Porter’s Five Forces model. Menurut Porter (1991), hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi lima kekuatan seperti dapat dilihat pada Gambar 1.
PENDATANG BARU POTENSIAL
PRODUK PENGGANTI
PEMASOK
PEMBELI
PARA PESAING INDUSTRI

Persaingan antarperusahaan
Ancaman masuknya pendatang baru
Kekuatan tawar pemasok
Kekuatan tawar pembeli
Ancaman produk atau jasa pengganti
Gambar 1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri
Sumber: Porter (1991)
 















1)      Persaingan antarperusahaan sejenis
Persaingan antarperusahaan sejenis biasanya merupakan faktor terbesar dalam lima faktor persaingan. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan dapat berhasil hanya jika mereka memiliki kompetensi kompetitif yang lebih baik dibandingkan dengan strategi yang dijalankan perusahaan pesaing.
Persaingan juga meningkat ketika pelanggan dapat berpindah merek dengan mudah, ketika hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi, ketika biaya tetap tinggi, ketika produk mudah rusak, ketika perusahaan pesaing berbeda secara strategi, tempat merek berasal dan budaya, serta ketika merger dan akuisisi menjadi umum dalam suatu industri. Ketika persaingan antar perusahaan sejenis semakin intensif, laba perusahaan menurun, dalam beberapa kasus bahkan membuat industri menjadi sangat tidak menarik.
2)      Ancaman masuknya pendatang baru
Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri tertentu, intensitas persaingan antarperusahaan meningkat. Tetapi, hambatan masuk dapat mencakup kebutuhan untuk mendapatkan teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman, tingginya kesetiaan pelanggan, kuatnya preferensi merek, besarnya kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi yang memadai, peraturan pemerintah, tarif, kurangnya akses terhadap bahan mentah, kepemilikan paten, lokasi yang kurang menguntungkan, serangan balasan dari perusahaan yang sudah mapan, dan potensi kejenuhan pasar.
Di samping berbagai hambatan masuk, perusahaan baru kadang-kadang memasuki suatu bisnis dengan produk yang berkualitas lebih tinggi, harga lebih rendah, dan sumberdaya pemasaran yang lebih besar. Dengan demikian, tugas penyusun strategi adalah mengidentifikasi perusahaan yang berpotensi masuk ke pasar, memonitor strategi persaingan baru, membuat serangan balasan apabila dibutuhkan, serta memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada saat ini.
3)      Ancaman produk atau jasa pengganti
Dalam banyak industri, perusahaan bersaing dekat dengan produsen produk substitusi dalam industri yang berbeda. Tekanan kompetisi yang berasal dari produk substitusi meningkat sejalan dengan menurunnya harga relatif dari produk substitusi. Cara terbaik untuk mengukur kekuatan kompetitif produk substitusi adalah dengan memantau pangsa pasar yang didapat oleh produk-produk tersebut, dan memantau rencana perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar.
4)      Kekuatan tawar pemasok
Kekuatan tawar pemasok memengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri, khususnya ketika ada sejumlah besar pemasok, ketika hanya ada sedikit barang substitusi yang cukup bagus, atau ketika biaya untuk mengganti bahan baku sangat mahal.
5)      Kekuatan tawar pembeli
Kekuatan posisi tawar pembeli menjadi berkembang jika mereka lebih terkonsentrasi atau terorganisasi, produk tersebut merupakan bagian yang signifikan dari biaya pembeli, produk tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan pemasok/produk lain rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah, atau pembeli dapat melakukan integrasi ke hulu. Untuk meningkatkan kontrol terhadap pembeli, perusahaan dapat memilih pembeli yang memiliki posisi tawar yang paling rendah atau yang sulit mengganti pemasok. Pertahanan yang lebih baik adalah mengembangkan tawaran unggul yang tidak dapat ditolak oleh para pembeli yang kuat.

2.6. Analisis Lingkungan Internal Perusahaan
Selain mengetahui peluang yang menarik dalam lingkungan, perusahaan juga memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk bersaing dalam peluang tersebut. Untuk itu, setiap perusahaan harus mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya secara periodik.
Menurut Kotler (1997), pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan gambaran kondisi suatu perusahaan. Ada dua bagian yang dapat menentukan posisi perusahaan, yaitu faktor kekuatan dan kelemahan. Perusahaan dapat menghindari ancaman yang berasal dari faktor eksternal melalui kekuatan yang dimilikinya dari faktor enternal. Sedangkan kelemahannya dari faktor internal dapat diminimalkan dengan melihat peluang dari faktor eksternalnya.
Aspek-aspek yang ditinjau untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan internal perusahaan, antara lain profil perusahaan yang meliputi visi dan misi perusahaan, sumberdaya produksi, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, dan pemasaran.
1)      Misi dan tujuan perusahaan
Setiap unit usaha perlu mendefinisikan misi spesifiknya dalam lingkup misi perusahaan yang lebih luas.
2)      Sumberdaya produksi
Untuk dapat berproduksi secara optimal, perusahaan harus mengetahui tentang sarana produksi, metode produksi yang digunakan, jumlah produksi, tingkat kapasitas produksi, dan lokasi kegiatan produksi. Perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan komoditas pertanian memproduksi produknya sesuai dengan permintaan dari pelanggan. Selain itu, perusahaan juga harus menyesuaikan pemenuhan kebutuhan pasar dengan peluang pasar yang dimilikinya.
3)      Sumberdaya manusia
Manusia merupakan sumberdaya paling penting dalam usaha organisasi dalam mencapai keberhasilan. Sumberdaya manusia menunjang organisasi dengan karya, bakat, kreativitas, dan dorongan. Sumberdaya manusia merupakan aset yang tidak ternilai. Kajian mengenai sumberdaya manusia pada suatu perusahaan berhubungan dengan sistem manajemen, hubungan staf dengan karyawan, dan tingkat produktivitas tenaga kerja.
4)      Sumberdaya keuangan
Salah satu kekuatan perusahaan adalah kondisi keuangan yang baik. Sumberdaya keuangan digunakan oleh perusahaan untuk melihat pengaruh tingkat pertumbuhan penjualan dan struktur modal.
5)      Pemasaran
Perusahaan melakukan teknik penjualan dengan tujuan agar dapat menjual seluruh hasil produksinya kepada pelanggan sehingga dapat mendatangkan keuntungan. Teknik penjualan ini harus didukung dengan teknik pemasaran atau strategi pemasaran yang baik. Sebelum memasarkan seluruh hasil produksinya, perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu mengenai pangsa pasar, tingkat penjualan atau tingkat harga yang berlaku, kualitas produk, media promosi, tingkat produktivitas penjualan, dan saluran penjualan.

2.7. Analisis Matriks EFE dan IFE
Matriks EFE dan IFE diolah menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:
1)      Pengidentifikasian faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan
Pengidentifikasian faktor internal dan eksternal perusahaan dilakukan bersama-sama dengan pihak perusahaan. Faktor internal perusahaan merupakan identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sedangkan faktor eksternal merupakan identifikasi terhadap peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan di dalam industri yang digelutinya. Faktor internal dan eksternal perusahaan didaftar secara spesifik yang selanjutnya diberi bobot dan rating.
2)      Penentuan bobot setiap faktor
Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau ahli dengan menggunakan metode “Paired Comparison” (Kinnear, 1991). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal.
Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah:
1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal
3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal
Tabel 4 menunjukkan bentuk penilaian pembobotan.
Tabel 4. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal/Internal
Faktor Strategis Internal
A
B
C
D
...
Total
A





B






C






D






...






Total





Sumber: David, 1999

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Kinnear, 1991):
Keterangan:     α          = Bobot variabel ke-i
                                    𝜒          = Nilai variabel ke-i
                                    i           = 1, 2, 3, ... n
                                    n          = Jumlah variabel
3)      Penentuan peringkat (rating)
Penghitungan peringkat untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Peringkat (rating) ini digunakan untuk menetapkan seberapa efektif strategi yang diterapkan perusahaan pada saat ini.
Untuk matriks EFE, skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 = rendah, respon terhadap faktor tersebut kurang
2 = sedang, respon terhadap fator tersebut sama dengan rata-rata
3 = tinggi, respon terhadap faktor tersebut di atas rata-rata
4 = sangat tinggi, respon terhadap faktor tersebut superior
Untuk matriks IFE, skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 = faktor internal tersebut sangat lemah
2 = faktor internal tersebut lemah
3 = faktor tersebut kuat
4 = faktor tersebut sangat kuat
Langkah selanjutnya adalah penghitungan total skor pembobotan. Total skor pembobotan diperoleh dengan cara menjumlahkan secara vertikal hasil kali nilai pembobotan dengan peringkat pada setiap faktor. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Hasil dari pembobotan dan penentuan peringkat ini dituangkan ke dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu matriks EFE dan IFE.
Nilai total skor pembobotan pada matriks EFE menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya (peluang dan ancaman). Total skor pembobotan matriks EFE, berskala mulai dari 1-4 dengan rata-rata 2,5 yang perinciannya adalah sebagai berikut:
1,0       =   perusahaan belum dapat memanfaatkan peluang dan menghindari
     ancaman yang ada.
<2,5     =   perusahaan memiliki posisi eksternal yang lemah
>2,5     =   perusahaan memiliki posisi eksternal yang kuat
4,0       =   perusahaan memiliki respon yang tinggi terhadap peluang dan ancaman
                 yang ada dalam industri
Bentuk matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Matriks External Factor Evaluation (EFE)
Faktor-faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Bobot x rating
*Peluang



1.



...



10.



*Ancaman



1.



...



10.



Total



Sumber: David, 1999

Nilai dari total skor pembobotan IFE menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya (kekuatan dan kelemahan). Total skor pembobotan matriks EFE, berskala mulai dari 1-4 yang perinciannya adalah sebagai berikut:
1,0       =   kelemahan perusahaan sangat besar sekali dibandingkan dengan rata-
                 rata industri
<2,5     =   kelemahan perusahaan besar dibandingkan dengan rata-rata industri
>2,5     =   kelemahan perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata
                 industri
4,0       =   kelemahan perusahaan sangat kecil sekali dibandingkan dengan rata-
                 rata industri
Bentuk matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Faktor-faktor Strategi Eksternal
Bobot
Rating
Bobot x rating
*Kekuatan



1.



...



10.



*Kelemahan



1.



...



10.



Total



Sumber: David, 1999

2.8. Analisis Matriks Internal-Eksternal (IE)
Perpaduan antara matriks EFE dan EFE ini diperoleh matriks IE. Matriks IE digunakan sebagai parameter posisi perusahaan dengan melihat kondisi internal dan eksternal. Matriks penilaian bobot terhadap faktor strategis internal an eksternal perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Matriks IE dapat mengindentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu:
a)      Growth strategy, merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2, dan 5) atau upaya diversifikasi.
b)      Stability strategy, merupakan strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah diterapkan.
c)      Retrenchment strategy (sel 3, 6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (Rangkuti, 2001).



1

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi vertikal
3

RETRENCHMENT

Turn Around
2

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi horizontal
5

GROWTH

Konsentrasi melalui horizontal

STABILITY

Tak ada perubahan profit strategi

6

RETRENCHMENT

Captive Company atau Divestment
4

STABILITY

Hati-hati
9

RETRENCHMENT

Bangkrut atau Likuidasi
7

GROWTH

Diversifikasi konsentrik
8

GROWTH

Diversifikasi konglomerat
KEKUATAN INTERNAL BISNIS
4,0
1,0
2,0
3,0
Tinggi
Lemah
Rata-rata
Tinggi
Rendah
Sedang
DAYA TARIK INDUSTRI
Gambar 2. Matriks Internal-Eksternal (IE)
Sumber: Rangkuti, 2001
 
















2.9. Analisis SWOT
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkansemua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan srategi. Alat yang dipakai untuk menyusun fakktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT (Gambar 3).
Menurut Rangkuti (2001), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pemasaran. Analisis SWOT menggunakan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan-kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan-kelemahan (weaknesses) dan ancaman-ancaman (threats).
Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi Kekuatan-Peluang (SO Strategy), strategi Kekuatan-Ancaman (ST Strategy), strategi Kelemahan-Peluang (WO Strategy), dan strategi Kelemahan-Ancaman (WT Strategy).
1)      Strategi SO, dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan perusahaan untuk merebut dan mendapatkan peluang sebesar-besarnya dari lingkungan eksternal.
2)      Strategi ST, berusaha untuk menggunakan kekuatan internal yang dimiliki perusahaan untuk menghindari atau mengatasi ancaman dari lingkungan eksternal.
3)      Strategi WO, diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada di lingkungan eksternal dengan cara meminimalkan kelemahan internal yang dimiliki perusahaan.
4)      Strategi WT, didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive (bertahan) dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 2001).
STRENGTHS (S)

Ø  Menentukan 5-10 faktor kekuatan internal
Faktor Internal
Faktor Eksternal
WEAKNESSES (W)

Ø  Menentukan 5-10 faktor kekuatan internal
OPPORTUNITIES (O)

Ø  Menentukan 5-10 faktor peluang eksternal
STRATEGI WO
Menciptakan sstrategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI SO
Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)

Ø  Menentukan 5-10 faktor ancaman eksternal
STRATEGI ST
Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WT
Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Gambar 3. Matriks SWOT
Sumber: Rangkuti, 2001
 


III. KERANGKA PEMIKIRAN

Perusahaan menjalankan manajemen pemasaran yang baik jika perusahaan tersebut mampu memproduksi dan menawarkan suatu produk atau jasa yang bernilai kepada konsumen. Dalam usaha mengoptimalkan pemasaran, perusahaan mengharapkan adanya alternatif strategi pemasaran bagi kemajuan perusahaan. Untuk membuat suatu alternatif strategi yang baru, digunakan beberapa alat analisis, di antaranya analisis faktor eksternal perusahaan, dan analisis faktor internal perusahaan.
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan suatu alternatif strategi pemasaran bagi Peternakan Ayam Petelur Usaha Jaya yang diharapkan dapat diterapkan kelak. Sebelum mencapai ke tujuan akhir, penelitian ini perlu melalui beberapa tahapan. Tahap awalnya adalah mengidentifikasi misi dan tujuan perusahaan. Hal ini perlu diketahui agar jelas arah dan maksud pendirian usaha tersebut sehingga strategi yang ingin dihasilkan memenuhi misi dan tujuan perusahaan. Langkah selanjutnya adalah menganalisis strategi pemasaran yang telah diterapkan oleh perusahaan selama ini.
Setelah itu, dilakukan pengindentifikasian terhadap lingkungan pemasaran yang memengaruhi strategi pemasaran, meliputi analisis lingkungan eksernal dan internal. Analisis lingkungan eksternal yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis lingkungan makro dan mikro. Lingkungan makro yang dianalisis adalah ekonomi, teknologi, politik dan hukum, dan sosial/budaya. Sedangkan untuk lingkungan mikro yang dianalisis adalah pelanggan, pemasok, pesaing, dan produk substitusi. Untuk analisis lingkungan internal pada penelitian ini meliputi sumberdaya produksi, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, dan pemasaran.
Analisis lingkungan eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi unit usaha perusahaan, sedangkan analisis lingkungan interna untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Hasil dari analisis lingkungan eksternal dan internal ini disajikan dalam bentuk matriks EFE dan matriks IFE. Kedua matriks tersebut dapat dipersempit lagi ke dalam bentuk matriks IE.
Tujuan penggunaan matriks IE ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail sehingga perusahaan dapat menentukan bisnis apa yang akan dikembangkan, bisnis apa yang dipertahankan, dan bisnis apa yang dilepaskan. Parameter yang digunakan dalam matriks IE meliputi kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Penyempitan matriks EFE dan IFE dalam bentuk matriks IE untuk mempermudah dilakukannya analisis SWOT sebagai tahapan berikutnya.
Melalui analisis SWOT maka dapat diketahui faktor-faktor yang merupakan peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan perusahaan. Selanjutnya ditetapkan beberapa alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT. Hasil akhir penelitian berupa alternatif strategi pemasaran diperoleh melalui konsep bauran pemasaran, yang meliputi strategi produk, strategi harga, strategi distribusi, dan strategi promosi. Secara skematis, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Matriks EFE
Misi dan Tujuan Perusahaan
Strategi Pemasaran Awal
Produk
Harga
Saluran Distribusi
Promosi
Lingkungan Pemasaran
Analisis Lingkungan Internal:
1.      Faktor Sumberdaya Produksi
2.      Faktor Sumberdaya Manusia
3.      Faktor Sumberdaya Keuangan
4.      Faktor Pemasaran
Analisis Lingkungan Eksternal:
1.      Faktor Ekonomi
2.      Faktor Teknologi
3.      Faktor Politik dan Hukum
4.      Faktor Sosial-Budaya
5.      Pelanggan
6.      Pesaing
7.      Pemasok
8.      Produk Substitusi

Gambar 4. Kerangka Pemikiran
Matriks IE
Analisis SWOT
Alternatif Strategi Pemasaran
Matriks IFE
 




IV. METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di usaha peternakan ayam petelur Usaha Jaya di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Peternakan Ayam Usaha Jaya dipilih karena merupakan salah satu usaha peternakan ayam petelur yang cukup besar di Kota Palu dan mudah dijangkau. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2014.

4.2. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi lapangan dan wawancara langsung dengan pemilik usaha ternak ayam petelur dalam bentuk kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan literatur terkait dengan penelitian ini.

4.3. Analisis Data
Untuk memformulasikan alternatif strategi pemasaran telur ayam, dilakukan analisis data secara deskriptif dan kuantitatif menggunakan analisis lingkungan pemasaran, matriks EFE dan IFE, matriks IE, dan analisis SWOT.


4.3.1.   Analisis Lingkungan Eksternal dan Internal
Analisis lingkungan pemasaran eksternal dibagi menjadi analisis lingkungan makro dan mikro. Analisis lingkungan makro menggunakan data dan informasi tentang:
1)      Lingkungan ekonomi, mencakup daya beli masyarakat terhadap telur, tingkat konsumsi telur oleh masyarakat, dan tingkat harga telur di pasar.
2)      Lingkungan teknologi, mencakup perkembangan teknologi peternakan ayam petelur dan teknologi pengelolaan pascaproduksi.
3)      Lingkungan politik dan hukum, mencakup kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengatur peternakan ayam.
4)      Lingkungan sosial-budaya, mencakup budaya, perilaku, dan kebiasaan masyarakat dalam berinteraksi dengan Peternakan Ayam Usaha Jaya dan dalam mengonsumsi telur.
5)      Pelanggan, mencakup data/profil pelanggan, dan tingkat permintaan..
6)      Pesaing, mencakup peternakan ayam petelur lainnya yang ada di sekitar Peternakan Ayam Usaha Jaya.
7)      Pemasok, mencakup penyedia bibit ayam yang unggul.
8)      Produk subsitusi, mencakup telur dari peternakan lain, baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
Analisis lingkungan internal menggunakan data dan informasi seperti:
1)      Faktor keuangan, mencakup struktur modal perusahaan dan perolehan laba perusahaan.
2)      Faktor produksi, mencakup jumlah produksi dan tingkat kapasitas produksi.
3)      Faktor pemasaran, mencakup pangsa pasar, tingkat penjualan, kualitas produk, media promosi, dan saluran distribusi yang dipakai.
4)      Faktor sumberdaya manusia, mencakup jumlah karyawan, tingkat pendidikan karyawan, dan manajemen sumberdaya manusia dalam perusahaan.
Data dan informasi yang dikumpulkan dari kategori internal dan faktor eksternal akan dianalisis dengan memakai formulasi strategi. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dipahami sehingga memudahkan proses interpretasi. Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif berdasarkan analisis dalam kerangka teoretis. Matriks IFE dipergunakan untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan, sedangkan matriks EFE dipergunakan untuk melihat posisi perusahaan dari sisi peluang dan ancaman. Perpaduan dari matriks EFE dan IFE ini diperoleh matriks internal-eksternal (matriks IE). Matriks IE digunakan sebagai parameter posisi perusahaan.

4.3.2.   Analisis SWOT
Setelah menganalisis lingkungan perusahaan, dilakukan analisis terhadap faktor-faktor dari hasil analisis di atas yang berpengaruh terhadap strategi pemasaran sehingga membantu penetapan alternatif strategi pemasaran telur. Salah satu alat analisisnya adalah dengan menggunakan model SWOT dari Rangkuti (2001). Melalui analisis SWOT maka dapat diidentifikasi faktor-faktor mana yang merupakan kekuatan dan kelemahan perusahaan, serta faktor-faktor mana yang dapat menjadi ancaman dan peluang bagi perusahaan. Setelah mengidentifikasi beberapa faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, selanjutnya ditetapkan beberapa alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT.

4.3.3.   Strategi Pemasaran
Untuk menetapkan strategi pemasaran yang dapat dijadikan alternatif pengembangan strategi pemasaran yang telah dilakukan perusahaan, pendekatan yang dilakukan, yaitu dengan konsep strategi bauran pemasaran. Dalam hal ini yang menjadi bahasan adalah strategi produk, strategi harga, strategi distribusi, dan strategi promosi.


DAFTAR PUSTAKA

Angiospora, M. 1999. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Pemasaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Badan Pusat Statistik. 2014. Populasi Ternak (000 ekor), 2000-2013. Internet: http://webbeta.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&notab=12. Diakses pada 01/06/2014.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2004-2013. Internet: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11%20&notab=3. Diakses pada 01/06/2014.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Telur Unggas dan Susu Sapi Menurut Provinsi (ton), 2011-2013. Internet: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&notab=14. Diakses pada 01/06/2014.
David, Fred R. 1999. Strategic Management: Concept and Cases. Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Kinnear, T.L. dan J.R. Taylor. 1991. Marketing Research. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Kotler, P. 1996. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Alihbahasa: Drs Jaka Wasana. Jakarta: Erlangga.
Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membenah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia.
Rasyaf, Muhammad. 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rasyaf, Muhammad. 2002. Beternak Ayam Petelur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Stanton, W. 1984. Prinsip Pemasaran. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Swastha, B. dan Irawan. 1990. Menejemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Offset.
Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.
Wikipedia. 2014. Ayam. Online: http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam. Diakses pada 01/06/2014.


[1] Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam. Diakses pada 01/06/2014.
[2] Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam. Diakses pada 01/06/2014.