I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara
yang menjadikan sektor peternakan sebagai salah satu tumpuan perekonomian
masyarakat. Oleh sebab itu, sektor peternakan harus memiliki kontribusi yang
besar dalam pencapaian tujuan pembangunan perekonomian.
Kemampuan sektor peternakan sebagai
salah satu andalan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari besarnya sumbangan
sektor ini pada Produk Domestik Bruto Indonesia yang menempati posisi keempat
terbesar di bidang Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan (Agriculture, Livestock, Forestry, and
Fishery) setelah tanaman bahan pangan, tanaman perkebunan, dan perikanan
seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut
Lapangan Usaha (miliar rupiah)
No
|
Lapangan Usaha
|
2010
|
2011
|
2012*
|
2013**
|
1
|
Tanaman Bahan Makanan
|
151.500,70
|
154.153,90
|
158.910,10
|
161.969,50
|
2
|
Tanaman Perkebunan
|
47.150,60
|
49.260,40
|
52.325,40
|
54.903,00
|
3
|
Peternakan
|
38.214,40
|
40.040,30
|
41.918,60
|
43.914,00
|
4
|
Kehutanan
|
17.249,60
|
17.395,50
|
17.423,00
|
17.442,50
|
5
|
Perikanan
|
50.661,80
|
54.186,70
|
57.702,60
|
61.661,20
|
Catatan: * Angka sementara
** Angka sangat
sementara
Sumber: BPS (2014)
Berdasarkan Tabel 1, sektor
peternakan terus mengalami pertumbuhan mulai dari 38.214,40
pada tahun 2010 menjadi 43.914,00 pada tahun 2013. Berdasarkan laju pertumbuhan
rata-rata setiap tahunnya merupakan indikasi bahwa sektor ini semakin diminati
oleh masyarakat sebagai lapangan usaha yang dapat diandalkan sebagai tumpuan
harapan pembangunan ekonomi Indonesia.
Usaha peternakan yang banyak diminati oleh
masyarakat saat ini salah satunya adalah usaha peternakan unggas karena dapat
diusahakan mulai skala rumah sampai skala besar. Populasi unggas yang
diternakkan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Populasi Unggas di
Indonesia (000 ekor)
No
|
Jenis Unggas
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013*
|
1
|
Ayam Buras
|
257.544
|
264.340
|
274.564
|
290.455
|
2
|
Ayam Ras Petelur
|
105.210
|
124.636
|
138.718
|
147.279
|
3
|
Ayam Ras Pedaging
|
986.872
|
1.177.991
|
1 244.402
|
1.355.288
|
4
|
Itik
|
44.302
|
43.488
|
49.295
|
50.931
|
Catatan:
*Angka sementara
Sumber:
BPS (2014)
Berdasarkan Tabel 2, ayam ras pedaging
menempati posisi pertama jumlah hewan terbanyak yang diternakkan di Indonesia,
kemudian disusul oleh ayam buras, ayam ras petelur, dan itik. Jumlah ayam
petelur, baik ayam maupun ayam ras, pada tahun 2013 mencapai 437.734.000 ekor.
Itu artinya peternakan ayam petelur, baik ayam buras maupun ayam ras, merupakan
peternakan unggas yang cukup banyak diusahakan di Indonesia, termasuk di
Sulawesi Tengah. Hal ini dilihat dari Tabel 3 di bawah ini, tampak bahwa produksi
telur ayam, baik ayam buras maupun ayam ras, tergolong tinggi di Sulawesi
Tengah.
Tabel 3. Produksi Telur Unggas di Sulawesi Tengah (ton)
Tahun
|
Ayam Kampung
|
Ayam Petelur
|
Itik/itik Manila
|
2011
|
2.330
|
5.297
|
2.390
|
2012
|
2.988
|
4.621
|
3.385
|
2013*
|
3.468
|
5.589
|
3.503
|
Catatan: *Angka sementara
Sumber: BPS (2014)
1.2. Rumusan
Masalah
Salah satu usaha peternakan ayam
petelur di Sulawesi Tengah, tepatnya di Kota Palu, adalah Peternakan Ayam Usaha
Jaya yang berlokasi di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan. Peternakan ini
mulai dioperasikan oleh Bapak Ismail sejak tahun 1996. Jumlah ayam petelur yang
diternakkan di tempat peternakan tersebut saat ini sekitar 7500 ekor.
Permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai alternatif strategi
pemasaran apa yang semestinya dilakukan oleh Peternakan Ayam Usaha Jaya dalam
memasarkan telur hasil produksinya, berhubung fluktuasi harga telur di pasaran
agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Untuk mencapai maksud tersebut, maka
telah disusun beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut:
1.
Faktor-faktor
internal apa yang merupakan kekuatan dan kelemahan bagi Peternakan Ayam Usaha
Jaya?
2.
Faktor-faktor
eksternal apa yang merupakan peluang dan ancaman bagi Peternakan Ayam Usaha
Jaya?
3.
Alternatif strategi
pemasaran apa yang tepat untuk diterapkan oleh Peternakan Ayam Usaha Jaya?
1.3. Tujuan
dan Kegunaan
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka dapat diketahui tujuan penelitian
ini adalah:
1.
Mengidentifikasi
faktor-faktor lingkungan internal Peternakan Ayam Usaha Jaya yang merupakan kekuatan dan kelemahan.
2.
Mengidentifikasi
faktor-faktor lingkungan eksternal yang merupakan peluang dan ancaman bagi
Peternakan Ayam Usaha Jaya.
3.
Memformulasikan
alternatif strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh Peternakan Ayam Usaha
Jaya.
Adapun
kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1.
Sebagai bahan
bacaan bagi semua kalangan yang ingin menambah wawasan dan pengetahuannya.
2.
Sebagai bahan
pertimbangan bagi pemilik Peternakan Ayam Usaha Jaya untuk membuat perencanaan
pemasaran produknya.
3.
Sebagai
sumber inspirasi bagi peneliti berikutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Ayam Petelur
2.1.1. Asal-usul Ayam Petelur
Ayam peliharaan
(Gallus gallus domesticus) adalah
keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai
ayam hutan merah (Gallus gallus) atau
ayam bangkiwa (bankiva fowl). Kawin
silang antar-ras ayam telah menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni
dengan bermacam-macam fungsi; yang paling umum adalah ayam potong (untuk
dipotong) dan ayam petelur (untuk diambil telurnya). Ayam memasok dua sumber
protein dalam pangan: daging ayam dan telur[1].
Secara
sederhana, kita dapat mendefinisikan ayam petelur sebagai jenis ayam yang
diternakkan secara khusus untuk diambil telurnya. Sebenarnya semua unggas pasti
bertelur untuk meneruskan kelangsungan hidup populasinya karena unggas tidak
mempunyai rahim sebagaimana bangsa mamalia sehingga calon anaknya dibesarkan di
luar tubuhnya (Rasyaf, 1991).
Untuk
membesarkan calon anak yang akan menetas di luar tubuhnya itu, unggas
menyediakan cadangan makanan untuk calon anaknya, yang terbungkus rapi di
sekitar embrio calon anaknya tersebut. Cadangan makanan yang berkualitas tinggi
inilah yang disebut telur (Rasyaf, 1991). Karena telur mengandung zat makanan
yang lezat, maka ia digemari oleh makhluk lain, termasuk manusia. (Rasyaf,
2002).
Manusia
pada mulanya mencari telur di hutan belantara, tetapi telur semakin sulit
diperoleh, maka timbullah niat untuk mengembangkan unggas yang bertelur ini
agar telurnya dapat dimakan dan unggasnya dapat dipotong. Masalah kemudian yang
muncul adalah banyaknya jenis unggas. Unggas yang mengandalkan sayap jelas
tidak mungkin karena telurnya kecil-kecil dan juga bisa terbang; unggas besar
seperti burung ayam-ayaman jelas tidak menarik; burung puyuh terlalu gesit.
Akhirnya, pilihan pun jatuh kepada unggas yang berukuran sedang dan
mengandalkan kaki dan bertelur berukuran sedang yang cukup banyak, yaitu ayam
hutan. Ada juga yang melirik pada kerabat ayam hutan yang hidup di air, yaitu
itik liar (Rasyaf, 2002).
Tahun
demi tahun ayam hutan dari berbagai wilayah dunia ini diseleksi secara ketat
oleh para pakar dengan berorientasi pada produksi yang banyak, baik produksi
daging maupun produksi telur. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging
dikenal dengan ayam broiler,
sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur putih dan ayam
petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga
menghasilkan ayam petelur unggul seperti yang ada sekarang ini setelah melalui
proses pemurnian yang terus-menerus berlangsung (Rasyaf, 2002).
Ayam
hutan memang sudah dipelihara oleh masyarakat di Indonesia sejak zaman dahulu
kala sebagai bagian dari kehidupan mereka. Memasuki periode 1940-an, orang
Indonesia mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Sejak saat itu orang
mulai membedakan antara ayam Belanda dengan ayam liar asli Indonesia. Ayam liar
ini kemudian dinamakan ayam lokal yang juga disebut ayam kampung, sedangkan
ayam orang Belanda disebut ayam luar negeri yang lebih akrab disebut ayam
negeri (Rasyaf, 2002).
Ayam
yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode 1980-an adalah ayam ras
petelur white legorn yang kurus. Antipati orang terhadap terhadap daging ayam ras
cukup lama hingga menjelang periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak
peternakan ayam broiler, begitu juga ayam petelur cokelat (ayam dwiguna: telur
dan daging) mulai menjamur pula. Di sinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam
ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak.
Terjadilah persaingan ketat antara telur dan daging ayam ras dan telur dan
daging ayam kampung. Persaingan ketat inilah yang menandakan maraknya
peternakan ayam ras (Rasyaf, 2002).
2.1.2. Jenis Ayam Petelur
Banyak
muncul berbagai istilah teknis akibat kegiatan penangkaran dan peternakan ayam.
Berdasarkan fungsinya, orang mengenal (a) ayam pedaging atau ayam potong (broiler), untuk dimanfaatkan dagingnya;
(b) ayam petelur (layer), untuk
dimanfaatkan telurnya; (c) ayam hias atau ayam timangan (pet), untuk dilepas di kebun/taman atau dipelihara dalam kurungan
karena kecantikan penampilan atau suaranya (misalnya ayam katai dan ayam
pelung; ayam bekisar dapat pula digolongkan ke sini meskipun bukan ayam
peliharaan sejati); dan (d) ayam sabung, untuk dijadikan permainan sabung ayam[2].
Ayam petelur terbagi
menjadi dua tipe (Rasyaf, 2002), yaitu:
1)
Tipe Ayam Petelur Ringan
Tipe ayam ini disebut
dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang
ramping, kurus, dan mungil. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah.
Ayam ini berasal dari galur murni white
leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial
banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur
di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih)
komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe
ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan
pada kemampuan bertelur karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini
sensitif terhadap cuaca panas dan keributan. Ayam ini mudah kaget dan bila
kaget, ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan.
2)
Tipe Ayam Petelur Medium
Bobot tubuh ayam ini cukup
berat meskipun beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan
ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh
ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak
dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan
ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan
ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga.
Sebagian orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih. Kalau
dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang
putih, tetapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda
adalah harganya di pasar, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih
karena telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksi telur
cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu, daging dari ayam
petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang
enak.
2.2. Peternakan
Ayam Petelur
2.2.1. Persiapan
Sebelum
mulai beternak, hal-hal yang mungkin akan terjad harus dipertimbangkan
baik-baik. Selain itu, keterbatasan sumberdaya dan lingkungan calon lokasi
peternakan juga harus diketahui.
1)
Penentuan
lokasi
Menurut
Rasyaf (2002), lokasi yang harus
dipertimbangkan adalah yang sesuai untuk peternakan, di antaranya memenuhi
kriteria berikut.
a)
Jauh dari
perumahan penduduk atau paling tidak ada izin dari lingkungan.
b)
Sebaiknya
dekat dengan atau paling tidak mudah dijangkau dari tempat pemasaran hasil.
c)
Sebaiknya
tidak jauh atau paling tidak mudah dijangkau dari tempat penjualan alat-alat
peternakan, ransum, dan obat-obatan.
d) Harus cukup tersedia air layak minum. Ketersediaan air ini merupakan
syarat mutlak peternakan ayam.
2)
Pemilihan
bibit
Apabila
tipe ayam yang akan dipelihara telah jelas, calon peternak tinggal memilih
bibit yang terbaik. Bibit ayam yang akan digunakan disebut anak ayam sehari
(AAS) atau lebih populer disebut DOC (day
old chick). Adapun kriteria bibit ayam yang baik bergantung pada hal-hal
berikut ini (Rasyaf, 2002).
a)
Produksi
telur, yaitu jumlah telur yang dihasilkan. Ayam yang baik menghasilkan telur
yang banyak.
b)
Konversi
ransum, yaitu perbandingan antara ransum yang dihabiskan dengan telur yang
dihasilkan, yang sering disebut ransum per kilogram telur. Ayam yang baik
menghasilkan telur yang lebih banyak daripada ransum yang dimakannya.
c)
Kenyataan di
lapangan. Sehebat apapun promosi penjualan bibit akan terbukti setelah
dipelihara.
3)
Perkandangan
Bagian
yang terpenting dalam suatu peternakan adalah kandang karena merupakan tempat
ayam berdiam dan berproduksi. Cara membangun kandang yang salah dan tidak
sesuai dengan lingkungan dan persyaratan minimal akan mengakibatkan kerugian
yang tidak sedikit.
2.2.2.
Pengelolaan Masa Produksi
Pengelolaan
yang dimaksud adalah pemelihaan ayam pada masa produksinya. Masa produksi
terbagi menjadi tiga, yaitu masa produksi awal, masa produksi remaja, dan masa
produksi bertelur.
1)
Masa awal
Masa
awal (starter) merupakan masa anak
ayam berumur 1 hari hingga 6-7 minggu. Masa ini merupakan masa yang menentukan
bagi kehidupan selanjutnya (Rasyaf, 2002).
Pada
saat pertama ayam tiba di peternakan, kemungkinan membawa penyakit dari induk
atau dari pembibitannya. Dengan demikian, pada minggu pertama ini sudah harus
dilakukan usaha pencegahan penyakit, baik dengan cara menambahkan antibiotik
pada air minumnya, menerapkan sistem isolasi dan sanitasi yang baik,
menyesuaikan pemanas buatan dengan kebutuhan anak ayam, maupun kualitas ransum
yang sesuai dengan kebutuhan anak ayam (Rasyaf, 2002).
2)
Masa remaja
Secara
fisik tidak perbedaan yang terlalu berarti dengan masa awal, ayam masih tetap
sama dan ukuran tubuhnya masih tetap sama, hanya saja bulunya sudah mulai
lengkap. Masa remaja (grower) adalah
masa anak ayam berumur 7-14 atau 7-16 minggu (Rasyaf, 2002).
Ransum
ayam pada masa awal harus mengandung nutrisi yang sesuai untuk mendukung
pertumbuhan organ-organ tubuh anak ayam sehingga biaya ransum masa awal relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan masa remaja karena pada masa remaja ayam hanya
membutuhkan energi untuk pembentukan lemak di dalam jaringan. Oleh karena itu,
kebutuhan protein untuk pertumbuhan sudah berkurang karena pertumbuhan ayam
pada masa remaja mulai lambat dan tubuh ayam mulai membesar. Dengan demikian,
akan terlalu boros bila nutrisi masa awal terus diberikan pada masa remaja
(Rasyaf, 2002).
Menginjak
minggu terakhir masa remaja, peternak harus melakukan pengapkiran bagi
ayam-ayam yang tidak memenuhi persyaratan sebagai ayam petelur. Ayam-ayam yang
perlu diapkir adalah (Rasyaf, 2002):
a)
Ayam yang
mempunyai tubuh yang terlalu kecil.
b)
Ayam yang
mempunyai tubuh tidak normal.
c)
Ayam yang
tidak memperlihatkan ciri ayam petelur yang baik.
3)
Masa bertelur
Masa
bertelur merupakan masa ayam berumur 15 atau 17 hingga 52 atau 55 minggu. Ayam
tipe medium (ayam petelur cokelat) akan mulai menginjak masa bertelur lebih
lama daripada ayam tipe ringan (ayam petelur putih). Ayam tipe medium akan
mulai bertelur antara 22 hingga 24 minggu (Rasyaf, 2002).
Ayam
petelur yang memakai sistem berpindah harus dipindahkan setiap satu masa
produksi selesai. Ayam harus dipindahkan ke kandang masa bertelur secara umum
tiga minggu sebelum mulai bertelur. Sehari sebelum, pada hari, dan sesudah
pemindahan, ayam diberi vitamin dan mineral ke dalam air minumnya untuk
mengantisipasi ayam yang masih merasa asing dengan lingkungan barunya sehingga
ransum yang diberikan pun terkadang tidak disentuh pada hari pertama pemindahan
(Rasyaf, 2002).
2.2.3.
Pengelolaan Hasil
Hasil
dari peternakan ayam petelur adalah telur. Prinsip pengelolaan hasil ini
bertumpu pada usaha untuk mencegah kehadiran bakteri yang merusak isi telur
meskipun hanya satu jam setelah dikeluarkan. Untuk mengurangi kerusakan isi
telur oleh ulah bakteri dan mikroba lainnya, telur harus cepat-cepat
dikeluarkan dari kandang. Dalam satu harus dilakukan pengumpulan tiga kali,
yaitu pukul 10.00-11.00, pukul 13.00-14.00, hingga pukul 15.00-16.00. Bila ayam
sedang mencapai puncak produksi, telur diambil 4 kali sehari dimulai pukul
09.00-10.00. Ayam umumnya bertelur pada pagi hari dan tengah hari bila
terlambat meskipun jarang terjadi (Rasyaf, 2002).
Telur
diambil dan diletakkan di nampan telur (egg tray). Selain itu dapat juga
disimpan di dalam peti yang telah dialasi sekam padi. Nampan telur dan peti
dibagi atas dua kelompok: satu untuk kelompok telur yang bersih-normal dan satu
untuk telur yang kotor-abnormal. Telur yang normal mempunyai berat 57,6 gram
dan bersih. Klasifikasi telur dibagi atas 4 kualitas, yaitu kualitas AA, A, B,
C. Penilaian berdasarkan kulit telur, celah udara di dalam telur, putih telur,
dan kuning telur.
2.3.
Strategi Pemasaran
Strategi
adalah suatu rencana yang diutamakan untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa
perusahaan mungkin mempunyai tujuan yang sama, tetapi yang dipakai untuk
mencapai tujuan tersebut dapat berbeda (Swastha, 1990).
Sedangkan
strategi pemasaran adalah rencana yang menyeluruh, terpadu, dan menyatu di
bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan
untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan. Penentuan strategi
pemasaran harus didasarkan atas analisis lingkungan dan internal perusahaan
melalui analisis keunggulan dan kelemahan perusahaan (Assauri, 2004).
Penentuan
strategi ini dapat dilakukan dengan membuat tiga macam keputusan berdasarkan
pertanyaan berikut:
a.
Konsumen mana
yang dituju?
b.
Kepuasan
seperti apa yang diinginkan konsumen?
c.
Marketing mix seperti apa
yang dipakai untuk memberikan kepuasan kepada konsumen? (Swastha, 1990)
2.4. Strategi
Bauran Pemasaran
Bauran
pemasaran (marketing mix) merupakan kombinasi variabel atau
kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel yang dapat
dikendalikan oleh perusahaan untuk memengaruhi reaksi para pembeli atau
konsumen. Variabel atau kegiatan tersebut perlu dikombinasikan dan dikoordinasikan
oleh perusahaan seefektif mungkin dalam melakukan tugas/kegiatan pemasarannya
(Assauri, 2004).
Strategi
bauran pemasaran merupakan salah satu unsur dalam strategi pemasaran terpadu.
Strategi bauran pemasaran menetapkan komposisi terbaik dari empat komponen atau
variabel pemasaran untuk dapat mencapai sasaran pasar yang dituju sekaligus
mencapai tujuan dan sasaran perusahaan. Keempat unsur atau variabel strategi
bauran pemasaran tersebut adalah strategi produk, strategi harga, strategi
penyaluran/distribusi, dan strategi promosi (Assauri, 2004).
2.4.1. Strategi Produk
Produk
adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk mendapat perhatian,
dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi, baik yang fisik maupun non-fisik.
Strategi produk adalah menetapkan cara dan penyediaan produk yang tepat bagi
pasar yang dituju sehingga dapat memuaskan para konsumennya dan sekaligus dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang, melalui peningkatan
penjualan dan peningkatan pangsa pasar (Assauri, 2004).
Dalam
konsep produk, perlu dipahami tentang wujud (tangible) dari produk, di samping extended product dan generic
product. Penekanan wujud fisik produk adalah pada fungsinya, di samping
desain, warna, ukuran, dan pengepakannya. Selain dilihat dari wujud fisiknya,
produk juga mencakup pelayanan, harga, prestise, pabrik, dan penyalurnya yang
dikenal sebagai extended product.
Kemudian, produk juga dilihat dari manfaat atau kegunaannya secara menyeluruh,
yang sifatnya merupakan jawaban pemecahan masalah yang dihadapi oleh konsumen.
Ini dikenal sebagai generic product
(Assauri, 2004).
2.4.2. Strategi Harga
Harga
adalah jumlah uang (kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk
memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya
(Stanton, 1984). Sedangkan harga pasar merupakan suatu tingkat harga
keseimbangan yang terjadi antara permintaan dan penawaran (Angiospora, 1999).
Harga
satu-satunya unsur marketing mix yang
menghasilkan penerimaan penjualan, sedangkan unsur yang lainnya hanya unsur
biaya saja. Oleh karena itu, harga memengaruhi tingkat penjualan, tingkat
keuntungan, serta pangsa pasar yang dapat dicapai oleh perusahaan (Assauri,
2004).
Faktor
yang memengaruhi harga secara langsung adalah harga bahan-baku, biaya produksi,
biaya pemasaran, peraturan pemerintah, dan faktor lainnya. Faktor yang tidak
langsung namun erat hubungannya adalah harga produk sejenis, hubungan antara
produk substitusi dan produk parlementer, dan potongan untuk penyalur dan
konsumen. Di samping faktor-faktor tersebut, perlu juga memperhatikan tujuan
dan prosedur penetapan harga (Assauri, 2004).
2.4.3.
Strategi Penyaluran/Distribusi
Penyaluran
merupakan kegiatan penyampaian produk sampai ke tangan konsumen pada waktu yang
tepat. Penyaluran mencakup saluran pemasaran (marketing channels) dan distribusi fisik (physical distribution). Keduanya memiliki hubungan sangat erat
dalam keberhasilan penyaluran sekaligus pemasaran (Assauri, 2004).
Saluran
distribusi adalah lembaga-lembaga yang memasarkan produk dari produsen ke
konsumen. Bentuk pola saluran distribui dapat dibedakan atas (Assauri, 2004):
1)
Saluran
Langsung, yaitu Produsen – Konsumen.
2)
Saluran Tidak
Langsung, yang berupa:
-
Produsen –
Pengecer – Konsumen.
-
Produsen –
Pedagang Besar/Menengah – Pegecer – Konsumen.
-
Produsen –
Pedagang Besar – Pedagang Menengah – Pengecer – Konsumen.
Faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan saluran distribusi tersebut adalah jenis
dan sifat produk, sifat konsumen potensial, sifat persaingan, dan saluran itu
sendiri (Assauri, 2004).
2.4.4. Strategi Promosi
Promosi
merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan
produknya, sehingga akan mendapat perhatian dari konsumen terhadap produk yang
dihasilkan. Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran
yang berusaha menyebarkan informasi, memengaruhi/membujuk, dan/atau
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia
menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang
bersangkutan (Tjiptono,1997)
Promosi
penjualan adalah rangsangan jangka pendek untuk merangsang pembelian atau
penjualan suatu produk atau jasa. Pemberian stimulus berupa
rangsangan-rangsangan perlu diberikan agar dapat mengubah pelanggan potensial
menjadi pelanggan aktual (Angiospora, 1984).
Kegiatan
promosi yang dilakukan suatu perusahaan menggunakan bauran promosi (promotional mix) yang terdiri dari
(Assauri, 2002):
1)
Iklan, yaitu
suatu bentuk promosi gagasan, barang, atau jasa yang dibiayai oleh suatu
sponsor tertentu yang bersifat non-personal.
2)
Personal selling, yaitu
promosi secara lisan dalam suatu pembicaraan dengan seseorang atau lebih calon
pembeli dengan tujuan agar terealisasinya penjualan.
3)
Promosi
penjualan (sales promotion), yaitu
merangsang pembelian oleh konsumen dan keefektifan agen seperti pameran,
pertunjukan, demonstrasi, dan segala usaha penjualan yang tidak dilakukan
secara teratur atau kontinyu.
4)
Publisitas,
yaitu merangsang permintaan dari suatu produk secara non-personal dengan
membuat berita, baik yang komersial tentang produk pada media cetak maupun
hasil wawancara yang disiarkan dalam media tersebut.
2.5. Analisis
Lingkungan Eksternal Perusahaan
Perumusan
strategi pemasaran didasarkan analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh
faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal
perusahaan setiap saat dapat berubah dengan cepat sehingga melahirkan berbagai
peluang dan ancaman, baik yang datang dari pesaing utama maupun yang datang
dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Konsekuensi dari perubahan faktor
eksternal tersebut juga menghasilkan perubahan faktor internal perusahaan,
seperti perubahan terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan
tersebut (Rangkuti, 2001).
2.5.1. Lingkungan Makro
Lingkungan
makro merupakan situasi dan kondisi di luar perusahaan yang dapat memengaruhi
kinerja perusahaan. Dalam situasi global yang selalu berubah dengan cepat,
perusahaan harus memantau beberapa kekuatan utama dalam lingkungan makro.
1)
Politik dan
Hukum
Keputusan
pemasaran dipengaruhi kuat oleh perkembangan dalam aspek politik dan hukum.
Aspek ini dibentuk oleh hukum, badan pemerintah, dan kelompok penekan yang memengaruhi
dan membatasi beragam individu dan organisasi. Kadang-kadang hukum ini juga
memberikan peluang baru bagi bisnis. Sebagai contoh di Indonesia, pemerintah
sedang menggalakkan usaha yang berbasis agribisnis. Kondisi ini merupakan
peluang bagi perusahaan agribisnis untuk terus maju dan berkembang. Tren
politik utama yang memengaruhi pemasar, yaitu undang-undang yang mengatur
bisnis dan pertumbuhan kelompok dengan kepentingan khusus (Kotler, 1996).
2)
Ekonomi
Aspek
ekonomi lebih terfokus pada kegiatan jual-beli dalam suatu pasar. Kegiatan
jual-beli tidak terlepas dari kemampuan daya beli. Daya beli bergantung pada
penghasilan, harga, tabungan, dan ketersediaan kredit saat ini. Oleh karena
itu, pemasar harus memperhatikan dengan cermat tren utama dalam pendapatan dan
pola pembelanjaan konsumen (Kotler, 1996).
3)
Sosial-Budaya
Aspek sosial/budaya selalu
mengalami perubahan sebagai akibat upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan mereka, salah satunya adalah perkembangan teknologi dan pengetahuan
yang mampu mengubah gaya hidup masyarakat. Tiga karakteristik utama dari
kebudayaan adalah tingkat kemapanan yang tinggi dari nilai-nilai budaya dasar,
keberadaan sub-kultur, dan pergeseran nilai-nilai budaya sekunder sepanjang
waktu (Kotler, 1996).
4)
Teknologi
Teknologi
mampu memengaruhi aktivitas pemasaran karena teknologi memungkinkan terjadinya
perubahan cara hidup dan pola konsumsi manusia. Teknologi baru menciptakan
konsekuensi jangka panjang yang tidak selalu dapat diduga. Teknologi baru yang
memberikan nilai terunggul dalam memuaskan kebutuhan akan merangsang aktivitas
investasi dan ekonomi.
Kemajuan
teknologi sangat membantu perkembangan perusahaan pertanian. Perusahaan dapat
menciptakan inovasi baru, penciptaan produk baru, maupun penyempurnaan dalam
teknik produksi jika didukung dengan penggunaan teknologi yang lebih modern
sehingga produk pertanian yang dihasilkan optimal. Agar perusahaan selaku
pemasar dapat terus eksis, maka harus memperhatikan tren-tren teknologi berupa
langkah perubahan teknologi yang semakin cepat, peluang inovasi yag tidak terbatas,
anggaran penelitian dan pengembangan yang beragam, dan peraturan yang meningkat
atas perubahan teknologi (Kotler, 1996).
2.5.2. Lingkungan Mikro
Menurut
Kotler (1997), lingkungan mikro terdiri dari para pelanggan, pesaing, perantara
pemasaran, dan pemasok. Selain itu perusahaan juga harus memperhatikan hambatan
masuk dalam industri tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena pelaku utama
lingkungan mikro mampu memengaruhi kemampuan memperoleh laba. Oleh karena itu,
perusahaan harus mengikuti kecenderungan dan perkembangan yang terjadi.
1)
Pelanggan
adalah individu dan rumah tangga yang membeli produk dan jasa untuk dikonsumsi.
Dalam menilai pelanggan, perusahaan dapat melihatnya dari data/profil
pelanggan, tingkat permintaan, dan kekuatan tawar perusahaan.
2)
Pesaing
adalah perusahaan lain yang menawarkan produk sejenis atau produk substitusi.
Hal ini berhubungan dengan hambatan masuk dalam suatu industri. Apabila
hambatan masuk cukup besar, maka pesaing yang harus dihadapi oleh perusahaan
tidak terlalu besar.
3)
Perantara
pemasaran adalah pihak-pihak yang membantu perusahaan dalam penjualan dan
distribusi produknya kepada konsumen akhir. Perantara pemasaran merupakan
bagian dari saluran distribusi atau pemasaran bagi produk yang akan dijual.
4)
Pemasok
adalah pihak-pihak yang menyediakan sumberdaya perusahaan dan para pesaingnya
dalam memproduksi barang atau jasa tertentu. Jumlah pemasok, ketersediaan bahan
baku, dan kondisi ketenagakerjaan merupakan keterbatasan ruang lingkup pemasok.
Analisis
lingkungan mikro dilakukan berdasarkan konsep Model Lima Kekuatan Porter (Porter’s
Five Forces model. Menurut Porter (1991), hakikat persaingan suatu industri
dapat dilihat sebagai kombinasi lima kekuatan seperti dapat dilihat pada Gambar
1.
PENDATANG
BARU POTENSIAL
|
PRODUK
PENGGANTI
|
PEMASOK
|
PEMBELI
|
PARA
PESAING INDUSTRI
Persaingan
antarperusahaan
|
Ancaman masuknya pendatang
baru
|
Kekuatan tawar pemasok
|
Kekuatan tawar pembeli
|
Ancaman produk atau jasa pengganti
|
Gambar
1. Faktor-faktor yang Memengaruhi
Industri
Sumber: Porter
(1991)
|
1)
Persaingan antarperusahaan
sejenis
Persaingan
antarperusahaan sejenis biasanya merupakan faktor terbesar dalam lima faktor
persaingan. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan dapat berhasil hanya
jika mereka memiliki kompetensi kompetitif yang lebih baik dibandingkan dengan
strategi yang dijalankan perusahaan pesaing.
Persaingan
juga meningkat ketika pelanggan dapat berpindah merek dengan mudah, ketika
hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi, ketika biaya tetap tinggi, ketika
produk mudah rusak, ketika perusahaan pesaing berbeda secara strategi, tempat
merek berasal dan budaya, serta ketika merger dan akuisisi menjadi umum dalam
suatu industri. Ketika persaingan antar perusahaan sejenis semakin intensif,
laba perusahaan menurun, dalam beberapa kasus bahkan membuat industri menjadi
sangat tidak menarik.
2)
Ancaman masuknya
pendatang baru
Ketika
perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri tertentu, intensitas
persaingan antarperusahaan meningkat. Tetapi, hambatan masuk dapat mencakup
kebutuhan untuk mendapatkan teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya
pengalaman, tingginya kesetiaan pelanggan, kuatnya preferensi merek, besarnya
kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi yang memadai, peraturan
pemerintah, tarif, kurangnya akses terhadap bahan mentah, kepemilikan paten,
lokasi yang kurang menguntungkan, serangan balasan dari perusahaan yang sudah
mapan, dan potensi kejenuhan pasar.
Di samping
berbagai hambatan masuk, perusahaan baru kadang-kadang memasuki suatu bisnis
dengan produk yang berkualitas lebih tinggi, harga lebih rendah, dan sumberdaya
pemasaran yang lebih besar. Dengan demikian, tugas penyusun strategi adalah mengidentifikasi
perusahaan yang berpotensi masuk ke pasar, memonitor strategi persaingan baru, membuat
serangan balasan apabila dibutuhkan, serta memanfaatkan kekuatan dan peluang
yang ada saat ini.
3)
Ancaman produk
atau jasa pengganti
Dalam
banyak industri, perusahaan bersaing dekat dengan produsen produk substitusi
dalam industri yang berbeda. Tekanan kompetisi yang berasal dari produk
substitusi meningkat sejalan dengan menurunnya harga relatif dari produk substitusi.
Cara terbaik untuk mengukur kekuatan kompetitif produk substitusi adalah dengan
memantau pangsa pasar yang didapat oleh produk-produk tersebut, dan memantau
rencana perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar.
4)
Kekuatan tawar
pemasok
Kekuatan
tawar pemasok memengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri, khususnya
ketika ada sejumlah besar pemasok, ketika hanya ada sedikit barang substitusi
yang cukup bagus, atau ketika biaya untuk mengganti bahan baku sangat mahal.
5)
Kekuatan tawar
pembeli
Kekuatan
posisi tawar pembeli menjadi berkembang jika mereka lebih terkonsentrasi atau
terorganisasi, produk tersebut merupakan bagian yang signifikan dari biaya
pembeli, produk tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan pemasok/produk lain
rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah, atau pembeli dapat
melakukan integrasi ke hulu. Untuk meningkatkan kontrol terhadap pembeli,
perusahaan dapat memilih pembeli yang memiliki posisi tawar yang paling rendah
atau yang sulit mengganti pemasok. Pertahanan yang lebih baik adalah mengembangkan
tawaran unggul yang tidak dapat ditolak oleh para pembeli yang kuat.
2.6. Analisis
Lingkungan Internal Perusahaan
Selain
mengetahui peluang yang menarik dalam lingkungan, perusahaan juga memiliki
keahlian yang dibutuhkan untuk bersaing dalam peluang tersebut. Untuk itu,
setiap perusahaan harus mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya secara periodik.
Menurut
Kotler (1997), pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan gambaran
kondisi suatu perusahaan. Ada dua bagian yang dapat menentukan posisi
perusahaan, yaitu faktor kekuatan dan kelemahan. Perusahaan dapat menghindari
ancaman yang berasal dari faktor eksternal melalui kekuatan yang dimilikinya
dari faktor enternal. Sedangkan kelemahannya dari faktor internal dapat
diminimalkan dengan melihat peluang dari faktor eksternalnya.
Aspek-aspek
yang ditinjau untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan internal perusahaan,
antara lain profil perusahaan yang meliputi visi dan misi perusahaan,
sumberdaya produksi, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, dan pemasaran.
1)
Misi dan
tujuan perusahaan
Setiap
unit usaha perlu mendefinisikan misi spesifiknya dalam lingkup misi perusahaan
yang lebih luas.
2)
Sumberdaya produksi
Untuk
dapat berproduksi secara optimal, perusahaan harus mengetahui tentang sarana
produksi, metode produksi yang digunakan, jumlah produksi, tingkat kapasitas
produksi, dan lokasi kegiatan produksi. Perusahaan yang bergerak di bidang
pengolahan komoditas pertanian memproduksi produknya sesuai dengan permintaan
dari pelanggan. Selain itu, perusahaan juga harus menyesuaikan pemenuhan
kebutuhan pasar dengan peluang pasar yang dimilikinya.
3)
Sumberdaya manusia
Manusia
merupakan sumberdaya paling penting dalam usaha organisasi dalam mencapai
keberhasilan. Sumberdaya manusia menunjang organisasi dengan karya, bakat,
kreativitas, dan dorongan. Sumberdaya manusia merupakan aset yang tidak
ternilai. Kajian mengenai sumberdaya manusia pada suatu perusahaan berhubungan
dengan sistem manajemen, hubungan staf dengan karyawan, dan tingkat
produktivitas tenaga kerja.
4)
Sumberdaya keuangan
Salah
satu kekuatan perusahaan adalah kondisi keuangan yang baik. Sumberdaya keuangan
digunakan oleh perusahaan untuk melihat pengaruh tingkat pertumbuhan penjualan
dan struktur modal.
5)
Pemasaran
Perusahaan
melakukan teknik penjualan dengan tujuan agar dapat menjual seluruh hasil
produksinya kepada pelanggan sehingga dapat mendatangkan keuntungan. Teknik
penjualan ini harus didukung dengan teknik pemasaran atau strategi pemasaran
yang baik. Sebelum memasarkan seluruh hasil produksinya, perusahaan harus
mengetahui terlebih dahulu mengenai pangsa pasar, tingkat penjualan atau
tingkat harga yang berlaku, kualitas produk, media promosi, tingkat
produktivitas penjualan, dan saluran penjualan.
2.7.
Analisis Matriks EFE dan IFE
Matriks EFE dan IFE diolah menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:
1)
Pengidentifikasian faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan
Pengidentifikasian
faktor internal dan eksternal perusahaan dilakukan bersama-sama dengan pihak
perusahaan. Faktor internal perusahaan merupakan identifikasi terhadap kekuatan
dan kelemahan perusahaan. Sedangkan faktor eksternal merupakan identifikasi
terhadap peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan di dalam industri yang
digelutinya. Faktor internal dan eksternal perusahaan didaftar secara spesifik
yang selanjutnya diberi bobot dan rating.
2)
Penentuan bobot setiap faktor
Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor
strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau ahli
dengan menggunakan metode “Paired
Comparison” (Kinnear, 1991). Metode ini digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal.
Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala
yang digunakan untuk pengisian kolom adalah:
1 = jika
indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 = jika
indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal
3 = jika
indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal
Tabel 4 menunjukkan
bentuk penilaian pembobotan.
Tabel 4. Penilaian Bobot Faktor Strategis
Eksternal/Internal
Faktor Strategis
Internal
|
A
|
B
|
C
|
D
|
...
|
Total
|
A
|
|
|
|
|
|
|
B
|
|
|
|
|
|
|
C
|
|
|
|
|
|
|
D
|
|
|
|
|
|
|
...
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: David, 1999
Bobot
setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap
jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Kinnear, 1991):
Keterangan:
α = Bobot variabel ke-i
𝜒 =
Nilai variabel ke-i
i = 1, 2, 3, ... n
n = Jumlah variabel
3)
Penentuan peringkat (rating)
Penghitungan
peringkat untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor
tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Peringkat (rating) ini digunakan untuk menetapkan
seberapa efektif strategi yang diterapkan perusahaan pada saat ini.
Untuk
matriks EFE, skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 = rendah, respon terhadap faktor
tersebut kurang
2 = sedang, respon terhadap fator tersebut
sama dengan rata-rata
3 = tinggi, respon terhadap faktor
tersebut di atas rata-rata
4 = sangat tinggi, respon terhadap faktor
tersebut superior
Untuk
matriks IFE, skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 = faktor internal tersebut sangat lemah
2 = faktor internal tersebut lemah
3 = faktor tersebut kuat
4 = faktor tersebut sangat kuat
Langkah
selanjutnya adalah penghitungan total skor pembobotan. Total skor pembobotan
diperoleh dengan cara menjumlahkan secara vertikal hasil kali nilai pembobotan
dengan peringkat pada setiap faktor. Total skor ini dapat digunakan untuk
membandingkan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya dalam kelompok
industri yang sama. Hasil dari pembobotan dan penentuan peringkat ini
dituangkan ke dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu matriks EFE dan IFE.
Nilai total
skor pembobotan pada matriks EFE menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut
bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya (peluang dan ancaman).
Total skor pembobotan matriks EFE, berskala mulai dari 1-4 dengan rata-rata 2,5 yang perinciannya adalah sebagai berikut:
1,0 = perusahaan belum dapat memanfaatkan peluang
dan menghindari
ancaman
yang ada.
<2,5 = perusahaan
memiliki posisi eksternal yang lemah
>2,5 = perusahaan
memiliki posisi eksternal yang kuat
4,0 = perusahaan
memiliki respon yang tinggi terhadap peluang dan ancaman
yang ada dalam industri
Bentuk
matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Matriks External Factor Evaluation (EFE)
Faktor-faktor Strategi Internal
|
Bobot
|
Rating
|
Bobot x rating
|
*Peluang
|
|
|
|
1.
|
|
|
|
...
|
|
|
|
10.
|
|
|
|
*Ancaman
|
|
|
|
1.
|
|
|
|
...
|
|
|
|
10.
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
Sumber: David, 1999
Nilai dari
total skor pembobotan IFE menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut bereaksi
terhadap faktor-faktor strategis internalnya (kekuatan dan kelemahan). Total
skor pembobotan matriks EFE, berskala mulai dari 1-4 yang perinciannya adalah
sebagai berikut:
1,0 = kelemahan
perusahaan sangat besar sekali dibandingkan dengan rata-
rata industri
<2,5 = kelemahan perusahaan besar dibandingkan
dengan rata-rata industri
>2,5 = kelemahan
perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata
industri
4,0 = kelemahan
perusahaan sangat kecil sekali dibandingkan dengan rata-
rata industri
Bentuk
matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Faktor-faktor Strategi Eksternal
|
Bobot
|
Rating
|
Bobot x rating
|
*Kekuatan
|
|
|
|
1.
|
|
|
|
...
|
|
|
|
10.
|
|
|
|
*Kelemahan
|
|
|
|
1.
|
|
|
|
...
|
|
|
|
10.
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
Sumber: David, 1999
2.8. Analisis
Matriks Internal-Eksternal (IE)
Perpaduan antara matriks EFE dan EFE ini diperoleh matriks IE. Matriks IE
digunakan sebagai parameter posisi perusahaan dengan melihat kondisi internal
dan eksternal. Matriks penilaian bobot terhadap faktor strategis internal an
eksternal perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Matriks IE dapat mengindentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi
pada prinsipnya kesembilan sel itu dikelompokkan menjadi tiga strategi utama,
yaitu:
a)
Growth strategy, merupakan pertumbuhan perusahaan itu
sendiri (sel 1,2, dan 5) atau
upaya diversifikasi.
b)
Stability strategy, merupakan strategi yang diterapkan tanpa mengubah
arah strategi yang telah diterapkan.
c) Retrenchment strategy
(sel 3, 6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan
perusahaan (Rangkuti, 2001).
1
GROWTH
Konsentrasi
melalui integrasi vertikal
|
3
RETRENCHMENT
Turn
Around
|
2
GROWTH
Konsentrasi
melalui integrasi horizontal
|
5
GROWTH
Konsentrasi melalui horizontal
STABILITY
Tak ada perubahan profit strategi
|
6
RETRENCHMENT
Captive
Company atau Divestment
|
4
STABILITY
Hati-hati
|
9
RETRENCHMENT
Bangkrut atau
Likuidasi
|
7
GROWTH
Diversifikasi
konsentrik
|
8
GROWTH
Diversifikasi
konglomerat
|
KEKUATAN
INTERNAL BISNIS
|
4,0
|
1,0
|
2,0
|
3,0
|
Tinggi
|
Lemah
|
Rata-rata
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sedang
|
DAYA
TARIK INDUSTRI
|
Gambar
2. Matriks Internal-Eksternal (IE)
Sumber: Rangkuti,
2001
|
2.9. Analisis SWOT
Setelah
mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan,
tahap selanjutnya adalah memanfaatkansemua informasi tersebut dalam model-model
kuantitatif perumusan srategi. Alat yang dipakai untuk menyusun fakktor-faktor
strategis perusahaan adalah matriks SWOT (Gambar 3).
Menurut
Rangkuti (2001), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi pemasaran. Analisis SWOT menggunakan
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan-kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan-kelemahan (weaknesses) dan ancaman-ancaman (threats).
Matriks
ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang
dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif
strategi, yaitu strategi Kekuatan-Peluang (SO
Strategy), strategi Kekuatan-Ancaman (ST
Strategy), strategi Kelemahan-Peluang (WO
Strategy), dan strategi Kelemahan-Ancaman (WT Strategy).
1)
Strategi SO,
dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh
kekuatan perusahaan untuk merebut dan mendapatkan peluang sebesar-besarnya dari
lingkungan eksternal.
2)
Strategi ST,
berusaha untuk menggunakan kekuatan internal yang dimiliki perusahaan untuk
menghindari atau mengatasi ancaman dari lingkungan eksternal.
3)
Strategi WO,
diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada di lingkungan eksternal
dengan cara meminimalkan kelemahan internal yang dimiliki perusahaan.
4)
Strategi WT,
didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive
(bertahan) dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman (Rangkuti, 2001).
STRENGTHS (S)
Ø Menentukan 5-10 faktor kekuatan internal
|
Faktor
Internal
|
Faktor
Eksternal
|
WEAKNESSES (W)
Ø Menentukan 5-10 faktor kekuatan internal
|
OPPORTUNITIES (O)
Ø Menentukan 5-10 faktor peluang eksternal
|
STRATEGI
WO
Menciptakan
sstrategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
|
STRATEGI
SO
Menciptakan
strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
|
THREATS (T)
Ø Menentukan 5-10 faktor ancaman eksternal
|
STRATEGI
ST
Menciptakan
strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
|
STRATEGI
WT
Menciptakan
strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
|
Gambar
3. Matriks SWOT
Sumber:
Rangkuti, 2001
|
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Perusahaan
menjalankan manajemen pemasaran yang baik jika perusahaan tersebut mampu
memproduksi dan menawarkan suatu produk atau jasa yang bernilai kepada
konsumen. Dalam usaha mengoptimalkan pemasaran, perusahaan mengharapkan adanya
alternatif strategi pemasaran bagi kemajuan perusahaan. Untuk membuat suatu
alternatif strategi yang baru, digunakan beberapa alat analisis, di antaranya analisis
faktor eksternal perusahaan, dan analisis faktor internal perusahaan.
Penelitian
ini dilakukan untuk menghasilkan suatu alternatif strategi pemasaran bagi
Peternakan Ayam Petelur Usaha Jaya yang diharapkan dapat diterapkan kelak.
Sebelum mencapai ke tujuan akhir, penelitian ini perlu melalui beberapa
tahapan. Tahap awalnya adalah mengidentifikasi misi dan tujuan perusahaan. Hal
ini perlu diketahui agar jelas arah dan maksud pendirian usaha tersebut
sehingga strategi yang ingin dihasilkan memenuhi misi dan tujuan perusahaan.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis strategi pemasaran yang telah
diterapkan oleh perusahaan selama ini.
Setelah
itu, dilakukan pengindentifikasian terhadap lingkungan pemasaran yang memengaruhi
strategi pemasaran, meliputi analisis lingkungan eksernal dan internal.
Analisis lingkungan eksternal yang dilakukan pada penelitian ini meliputi
analisis lingkungan makro dan mikro. Lingkungan makro yang dianalisis adalah ekonomi,
teknologi, politik dan hukum, dan sosial/budaya. Sedangkan untuk lingkungan
mikro yang dianalisis adalah pelanggan, pemasok, pesaing, dan produk
substitusi. Untuk analisis lingkungan internal pada penelitian ini meliputi
sumberdaya produksi, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, dan pemasaran.
Analisis
lingkungan eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi
unit usaha perusahaan, sedangkan analisis lingkungan interna untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Hasil dari analisis
lingkungan eksternal dan internal ini disajikan dalam bentuk matriks EFE dan
matriks IFE. Kedua matriks tersebut dapat dipersempit lagi ke dalam bentuk
matriks IE.
Tujuan
penggunaan matriks IE ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat
korporat yang lebih detail sehingga perusahaan dapat menentukan bisnis apa yang
akan dikembangkan, bisnis apa yang dipertahankan, dan bisnis apa yang
dilepaskan. Parameter yang digunakan dalam matriks IE meliputi kekuatan internal
perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Penyempitan matriks EFE dan
IFE dalam bentuk matriks IE untuk mempermudah dilakukannya analisis SWOT
sebagai tahapan berikutnya.
Melalui
analisis SWOT maka dapat diketahui faktor-faktor yang merupakan peluang,
ancaman, kekuatan, dan kelemahan perusahaan. Selanjutnya ditetapkan beberapa
alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT. Hasil akhir penelitian
berupa alternatif strategi pemasaran diperoleh melalui konsep bauran pemasaran,
yang meliputi strategi produk, strategi harga, strategi distribusi, dan
strategi promosi. Secara skematis, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian
dapat dilihat pada Gambar 4.
Matriks
EFE
|
Misi dan Tujuan Perusahaan
|
Strategi
Pemasaran Awal
|
Produk
|
Harga
|
Saluran
Distribusi
|
Promosi
|
Lingkungan
Pemasaran
|
Analisis
Lingkungan Internal:
1. Faktor
Sumberdaya Produksi
2. Faktor
Sumberdaya Manusia
3. Faktor
Sumberdaya Keuangan
4. Faktor
Pemasaran
|
Analisis
Lingkungan Eksternal:
1. Faktor Ekonomi
2. Faktor Teknologi
3. Faktor Politik dan
Hukum
4. Faktor
Sosial-Budaya
5. Pelanggan
6. Pesaing
7. Pemasok
8. Produk Substitusi
|
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
|
Matriks
IE
|
Analisis
SWOT
|
Alternatif
Strategi Pemasaran
|
Matriks
IFE
|
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan
dilaksanakan di usaha peternakan ayam petelur Usaha Jaya di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive).
Peternakan Ayam Usaha Jaya dipilih karena merupakan salah satu usaha peternakan
ayam petelur yang cukup besar di Kota Palu dan mudah dijangkau. Penelitian ini
akan dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu mulai dari bulan Juni sampai dengan
bulan Agustus 2014.
4.2.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari observasi lapangan dan wawancara langsung dengan pemilik
usaha ternak ayam petelur dalam bentuk kuesioner. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari berbagai instansi dan literatur terkait dengan penelitian ini.
4.3.
Analisis Data
Untuk
memformulasikan alternatif strategi pemasaran telur ayam, dilakukan analisis
data secara deskriptif dan kuantitatif menggunakan analisis lingkungan
pemasaran, matriks EFE dan IFE, matriks IE, dan analisis SWOT.
4.3.1.
Analisis Lingkungan Eksternal dan
Internal
Analisis
lingkungan pemasaran eksternal dibagi menjadi analisis lingkungan makro dan
mikro. Analisis lingkungan makro menggunakan data dan informasi tentang:
1)
Lingkungan ekonomi, mencakup daya beli masyarakat terhadap telur, tingkat
konsumsi telur oleh masyarakat, dan tingkat harga telur di pasar.
2)
Lingkungan teknologi, mencakup perkembangan teknologi peternakan ayam
petelur dan teknologi pengelolaan pascaproduksi.
3)
Lingkungan politik dan hukum, mencakup kebijakan-kebijakan pemerintah
yang mengatur peternakan ayam.
4)
Lingkungan sosial-budaya, mencakup budaya, perilaku, dan kebiasaan
masyarakat dalam berinteraksi dengan Peternakan Ayam Usaha Jaya dan dalam
mengonsumsi telur.
5)
Pelanggan, mencakup data/profil pelanggan, dan tingkat permintaan..
6)
Pesaing, mencakup peternakan ayam petelur lainnya yang ada di sekitar
Peternakan Ayam Usaha Jaya.
7)
Pemasok, mencakup penyedia bibit ayam yang unggul.
8)
Produk subsitusi, mencakup telur dari peternakan lain, baik yang sejenis
maupun yang tidak sejenis.
Analisis lingkungan internal menggunakan data dan informasi seperti:
1)
Faktor keuangan, mencakup struktur modal perusahaan dan perolehan laba
perusahaan.
2)
Faktor produksi, mencakup jumlah produksi dan tingkat kapasitas produksi.
3)
Faktor pemasaran, mencakup pangsa pasar, tingkat penjualan, kualitas
produk, media promosi, dan saluran distribusi yang dipakai.
4)
Faktor sumberdaya manusia, mencakup jumlah karyawan, tingkat pendidikan
karyawan, dan manajemen sumberdaya manusia dalam perusahaan.
Data
dan informasi yang dikumpulkan dari kategori internal dan faktor eksternal akan
dianalisis dengan memakai formulasi strategi. Analisis data bertujuan untuk
menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dipahami sehingga memudahkan
proses interpretasi. Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian
dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif berdasarkan analisis dalam
kerangka teoretis. Matriks IFE dipergunakan untuk melihat kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki perusahaan, sedangkan matriks EFE dipergunakan untuk
melihat posisi perusahaan dari sisi peluang dan ancaman. Perpaduan dari matriks
EFE dan IFE ini diperoleh matriks internal-eksternal (matriks IE). Matriks IE
digunakan sebagai parameter posisi perusahaan.
4.3.2.
Analisis SWOT
Setelah menganalisis
lingkungan perusahaan, dilakukan analisis terhadap faktor-faktor dari hasil
analisis di atas yang berpengaruh terhadap strategi pemasaran sehingga membantu
penetapan alternatif strategi pemasaran telur. Salah satu alat analisisnya
adalah dengan menggunakan model SWOT dari Rangkuti (2001). Melalui analisis
SWOT maka dapat diidentifikasi faktor-faktor mana yang merupakan kekuatan dan
kelemahan perusahaan, serta faktor-faktor mana yang dapat menjadi ancaman dan
peluang bagi perusahaan. Setelah mengidentifikasi beberapa faktor yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, selanjutnya ditetapkan beberapa
alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT.
4.3.3. Strategi
Pemasaran
Untuk
menetapkan strategi pemasaran yang dapat dijadikan alternatif pengembangan
strategi pemasaran yang telah dilakukan perusahaan, pendekatan yang dilakukan,
yaitu dengan konsep strategi bauran pemasaran. Dalam hal ini yang menjadi
bahasan adalah strategi produk, strategi harga, strategi distribusi, dan strategi
promosi.
DAFTAR PUSTAKA
Angiospora, M. 1999. Dasar-dasar
Pemasaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen
Pemasaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Badan Pusat Statistik. 2014. Populasi
Ternak (000 ekor), 2000-2013. Internet: http://webbeta.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=24¬ab=12.
Diakses pada 01/06/2014.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produk
Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar
Rupiah), 2004-2013. Internet:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11%20¬ab=3.
Diakses pada 01/06/2014.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi
Telur Unggas dan Susu Sapi Menurut Provinsi (ton), 2011-2013. Internet:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=24¬ab=14.
Diakses pada 01/06/2014.
David, Fred R. 1999. Strategic
Management: Concept and Cases. Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall
International, Inc.
Kinnear, T.L. dan J.R. Taylor. 1991. Marketing Research. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Kotler, P. 1996. Manajemen
Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Alihbahasa:
Drs Jaka Wasana. Jakarta: Erlangga.
Rangkuti, F. 2001. Analisis
SWOT Teknik Membenah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia.
Rasyaf, Muhammad. 1991. Pengelolaan
Produksi Telur. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rasyaf, Muhammad. 2002. Beternak
Ayam Petelur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Stanton, W. 1984. Prinsip
Pemasaran. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Swastha, B. dan Irawan. 1990. Menejemen
Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Offset.
Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi
Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.
Wikipedia. 2014. Ayam.
Online: http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam. Diakses pada 01/06/2014.